PEMATANGSIANTAR. GKPS.OR.ID. “Mencintai tanpa syarat merupakan hal penting bagi setiap orangtua yang anak-anaknya berkebutuhan khusus, namun untuk sampai ke tahap tersebut bukanlah hal yang mudah”, terang Ervina Siahaan mengawali paparan materi pembinaannya bertemakan mencintai tanpa syarat, yang difasilitasi oleh RBM GKPS, pada Sabtu (19/3) yang lalu, di Chapel Doa Kantor Sinode GKPS.

 

Ditambahkan wanita yang sehari-hari berprofesi sebagai dosen di Universitas HKBP Nommensen dan psikolog di salah satu rumah sakit swasta di kota Medan ini, ketika kita sebagai orangtua mengetahui anak kita adalah anak yang berkebutuhan khusus dan tidak seperti anak-anak pada umumnya, maka kita akan menyangkal, marah kepada Tuhan, menyalahkan diri sendiri dan pasangan atau keluarga, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya tidak berkembang.

 

Ervina pun mengajak agar orangtua yang hadir pada pembinaan ini untuk masuk ke tahapan penerimaan dengan cara membangun kesadaran dan bangkit dari kemarahan.

 

“Marah merupakan sikap yang wajar sebagaimana manusia apalagi realita yang dihadapi tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Satu hal yang harus bapak dan ibu ingat, kita boleh marah tapi jangan sampai membenci diri sendiri. Setiap orang boleh masuk ke tahapan marah, tapi jangan berlarut-larut. Mari membuka diri untuk masuk ke tahap penerimaan dengan membangun kesadaran diri dan bangkit dari kemarahan. Misalnya, kalau anak kita tunawicara maka kita harus mencari sekolah yang dapat membantu anak kita berkembang, berkonsultasi dengan dokter, mencari komunitas yang sama untuk berbagi pengalaman dalam mendidik anak yang tunawicara”, terangnya.

 

Ia pun menyampaikan 5 hal yang perlu diperhatikan setiap orang tua agar bisa masuk ke tahapan penerimaan dan menumbuhkembangkan sikap mencintai tanpa syarat terhadap anak yang berkebutuhan khusus.

 

Langkah pertama yang perlu dibangun adalah mengakui dan menerima anak itu adalah anak kita, yang tidak punya kesalahan sedikitpun akan kelahirannya. Setiap anak itu lahir dari perjuangan bapak dan ibunya. Jadi belajarlah bagaimana menikmati kehidupan bersama anak. Anak tetaplah anak dan menjadi bagian hidup kita.

 

Selanjutnya Ervina mengajak agar setiap orang tua mengabaikan lebel atau jangan peduli dengan lebel. Misalnya orang melebel anak kita tunarungu. Memang lebel dari orang lain meninggalkan luka yang mendalam bagi kita, namun yang perlu diingat, kita tidak bisa membatasi orang berbicara dan melebel anak kita. Memang itu kenyataan. Tapi satu hal yang harus dipahami, bukan kita saja orangtua yang seperti itu. Harus kita terima dulu lebel tersebut karena itu memang kenyataan sehingga memampukan kita untuk mencari arah untuk menolong anak kita.

 

Yang tak kalah pentingnya lagi, anak kita yang difabel adalah anak yang unik karena itu jangan membandingkan satu dengan yang lainnya. Masing-masing punya kemampuan dan keunikan tersendiri. Mungkin anak pertama kita baik dalam berbicara namun belum tentu lebih baik dalam hal lainnya dibanding anak kita yang berkebutuhan khusus.

 

Hal berikutnya, Ervina membuka pikiran para orangtua bahwa hidup yang kita punya hanya harapan. Kalau kita tidak punya harapan maka tak bisa menjalani hidup saat ini. Hidup itu dijalani dengan harapandan ini akan menolong kita meyakini bahwa anak kita pasti bisa berkembang, akan baik-baik saja ke depan.

 

Dan terkahir, sebagai orangtua kita tidak akan mampu menghadapi situasi ini sendiri. Kita butuh dukungan, mencari kawan cerita, komunitas yang bisa membantu kita berbagi dengan orang lain seperti RBM GKPS ini. dengan kelompok seperti ini maka kita bisa berpikir bersama-sama menolong anak-anak kita.

 

Ditemui di ruang kerjanya pada Senin (28/3) pagi, Pdt. Hotmaida Malau menerangkan harapan diadakannya pembinaan ini agar orangtua di pos pelayanan RBM GKPS Pematangsiantaar bertumbuh bersama dan saling membantu, serta dapat menerima dan mencintai anaknya tanpa syarat..

 

“Pembinaan bertemakan mencintai tanpa syarat merupakan program kerja RBM GKPS yang dikhususkan kepada orangtua difabel di pos pelayanan Pematangsiantar dan sekitarnya. Harapannya dengan diadakan pembinaan ini setiap orangtua di pos pelayanan menerima anak sebagaimana adanya, dan mengaktifkan kembali pos pelayanan sebagai tempat untuk saling berbagi, menopang dan saling menguatkan” terangnya.

 

Ditambahkan Pdt. Hotmaida, pembinaan berjalan dengan santai sekalipun diadakan secara daring dan luring, dan narasumber senantiasa berupaya membangun suasana yang komunikatif dengan para orangtua.

 

Pembinaan ini selain diikuti sekitar 50 orang peserta dari orangtua difabel pos pelayanan, turut juga dihadiri Kepala Departemen Pelayanan Pdt. John Christian Saragih, Penanggunjawab RBM Pdt. Edi Jasin Saragih, staff di Departemen Pelayanan, Penginjil Rosmalina Damanik, Penginjil Lamria Sitanggang, dan tenaga sukarelawan RBM GKPS. (bgs/hks)