
1. Mandoding Haleluya No. 121:1+5
Jesus goluh ni tonduyhu, Ham do haporusankin.
Anggo tumpu bai tonduyhu bolis pakon setan in.
Lang adong be hagoluhan, anggo seng na hun Bamu;
Ganup jolma, ale Tuhan, sai manombah hu Bamu.
2. Tonggo
3. Ayat Harian: Daniel 4:34-35
“Bani ujung ni panorang ai mangkawah ma ahu, Nebukadnesar, dompak babou, gabe mulak ma ahu maruhur. Hupasangap ma Na Tang Sitimbulan ai, hupuji anjaha hupatunggung ma Ia na manggoluh sadokah ni dokahni; ai ronsi sadokah ni dokahni do panggomgomion-Ni anjaha harajaon-Ni marsundut-sundut. Haganup pangisi ni tanoh on doskon na lang do hiraon; domu hubani rosuh-Ni do ibahen bani bala na i nagori atas ampa bani pangisi ni tanoh on; sahalak pe seng dong na mangasup manulak tangan-Ni atap na mangkatahon Bani, “Aha dong na binahen-Mu in?”
“Tetapi setelah lewat waktu yang ditentukan, aku, Nebukadnezar, menengadah ke langit, dan akal budiku kembali lagi kepadaku. Lalu aku memuji Yang Mahatinggi dan membesarkan dan memuliakan Yang Hidup kekal itu, karena kekuasaan-Nya ialah kekuasaan yang kekal dan kerajaan-Nya turun-temurun. Semua penduduk bumi dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak tangan-Nya dengan berkata kepada-Nya: “Apa yang Kaubuat?”
4. Renungan
Allah Pencipta dan Pemilik kita adalah Tuhan yang tetap mengasihi, mendidik, dan membaharui kita setiap saat. Dari nas hari ini kita mau belajar tentang kuasa Allah yang berlaku atas segala sesuatu dan terhadap semua orang, siapa pun dia. Raja Nebukadnezar (Raja Babel), atas izin Tuhan diperkenankan menjadi raja dari salah satu kerajaan terkuat pada zamannya. Namun Nebukadnezar lupa diri dan menjadi sombong. Akibat kesombongannya, ia melupakan Tuhan dan semakin menjauhkan diri dari Allah. Allah melihat kesombongan Nebukadnezar dan mengingatkannya melalui suatu penglihatan bahwa kerajaannya akan diambil daripadanya selama tujuh tahun. Allah menghilangkan kesadaran Nebukadnezar untuk menundukkan dia dari kesombongannya dan ketika ia benar-benar bertobat dan merendahkan hatinya, Allah kembali memulihkan kesadaran dan akal budinya. Semua itu dilakukan Allah agar Nebukadnezar menyadari dan mengenal bahwa Tuhan Yang Mahatinggi berkuasa atas segala kerajaan di bumi dan Ia berhak memberikan kerajaan yang ada kepada siapa pun sesuai dengan kehendak-Nya (4:25). Semua proses ini dihadapi Nebukadnezar agar ia menyadari bahwa Allah adalah Raja atas segala raja dan berkuasa atas segala sesuatu, dan dengan demikian ia terhindar dari bahaya kesombongan dan ambisi diri. Dan pada akhirnya memang Nebukadnezar bertobat dan mengakui kemahakuasaan Allah. Ia mulai belajar untuk memuliakan Tuhan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
dari nas hari ini dan dari kisah Nebukadnezar kita belajar bahwa kesombongan diri adalah awal dari segala kehancuran. Wesley Huber mengatakan bahwa, “Tidak ada hal lain yang paling mematikan dalam hidup ini selain kesombongan diri, egoisme, dan membanggakan diri sendiri.” Orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang mengandalkan dirinya sendiri dan merasa bahwa kesuksesannya adalah berkat kemampuan dan kehebatannya sendiri. Ia menilai dirinya dengan standar dirinya sendiri dan membanggakan dirinya atas apa yang diraih dan dicapainya. Tidak ada hal yang lebih buruk dalam hidup ini selain daripada orang yang menganggap dirinya berasal dari dirinya sendiri. Siapa diri kita adalah hasil dari karya Allah yang menciptakan kita dan tidak terlepas dari orang-orang di sekitar kita yang mengasihi dan mempercayai kita. Kita tidak ada tanpa Allah, dan kita tidak dapat menjadi seperti siapa kita sekarang ini tanpa orang tua, sahabat, guru, pembimbing rohani, gereja, sekolah, dan banyak faktor lain yang memiliki pengaruh dalam kehidupan kita. Kita tidak akan berarti dan berdaya guna jika kita hanya berpusat pada diri kita sendiri. Segala sesuatu adalah sia-sia tanpa adanya pihak lain yang berperan di dalam segala sesuatu itu. Alkitab mengajarkan kepada kita untuk tidak memandang diri kita lebih tinggi dari orang lain, dan jangan membanggakan diri sendiri serta jangan besar kepala dalam kehidupan kita. Singkat kata, akar daripada dosa adalah “aku”, diriku, kehebatanku, kekuatanku, keinginanku, dan lainnya yang berpusat pada keakuan atau egosentris.
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
nas hari ini mengingatkan agar kita tidak hidup berpusat pada diri sendiri dan berhenti seputar diri kita sendiri. Marilah kita dalam hidup ini mempersembahkan kemuliaan bagi Tuhan melalui apapun pekerjaan baik yang kita lakukan. Allah memanggil kita untuk senantiasa memandang kepada-Nya, mendengarkan suara-Nya. Tuhan senantiasa setia menunggu dan menanti kita untuk datang pada-Nya. Ia mengetuk pintu hati kita dan berkata, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3:20). Maukah kita membuka pintu hati kita bagi-Nya? Amin.
5. Mandoding Haleluya No. 327:1
Marpangunsandeian bani Tuhan in, puji sai pasangap ma Goran-Ni in.
Monang halani Hatani Tuhan in, mangarapkon parpadanan in.
Sai mangarap bani padan ni Tuhanta Jesus Kristus.
Sai mangarap ma hita bai partobuson-Ni in.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Departemen Persekutuan GKPS