1. Mandoding Haleluya No. 352:1-2
Ai halongangan do hape, holong ni Tuhan in.
Itobus Kristus au hape pardousa na doyuk.
Tapi hubotoh janah porsaya, bani gogoh-Ni pakon kuasa-Ni,
ai iparorot do tong goluhku, das bai parujungan in.
Marhitei idop uhur in, porsaya au tongon,
janah gogoh ni hata-Nin pasonang uhurhon.
Tapi hubotoh janah porsaya bani gogoh-Ni pakon kuasa-Ni,
ai iparorot tongtong goluhku, das bai parujungan in.
2. Tonggo
3. Ayat Harian: Podah 14:31
“Siodoh-odoh halak na maetek, sipahiri Na manompasi do ia ai; tapi na mangkaholongi halak na masombuh, ai ma na pasangapkon Naibata.”
“Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia.”
4. Renungan
Jemaat Tuhan,
Miracle in Cell No. 7 adalah sebuah film yang diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 1972 di Korea Selatan. Adalah seorang Jeong Won-Seop yang dijatuhi hukuman mati karena dituduh memperkosa dan membunuh putri seorang perwira polisi. Kisah ini semakin menarik perhatian publik, karena ternyata Jeong Won-Seop adalah seorang yang mengalami ketidaksempurnaan mental (disabilitas), dan menerima hukuman 15 tahun penjara, walaupun belakangan setelah Jeong dipenjara selama 15 tahun, kasus tersebut dibuka kembali dan pengadilan ulang membebaskannya dari dakwaan. Dalam film ini termuat praktik diskriminasi yang dialami oleh seorang yang seharusnya menerima keadilan di dunia ini. Agaknya persoalan keadilan, menghargai orang lain seperti kita menghargai diri kita sendiri, atau memanusiakan manusia merupakan hal yang harus dan masih harus dibumikan di bumi ini, karena sejatinya praktik diskriminasi (khususnya pada orang yang mempunyai status yang rendah), penindasan, dan intimidasi, sadar atau tidak sadar yang sering menjadi objeknya adalah kelompok yang dikategorikan orang yang lemah. Mungkin itu juga yang melatarbelakangi sehingga pemerintah Wonogiri di Jawa Tengah menetapkan Peraturan Daerah tentang Kesetaraan dan Pemberdayaan Difabel tahun 2013, yang mengaturkan bahwa “orang yang terbukti menghina kaum difabel dapat dikenai denda sebesar 50 juta rupiah,” dengan harapan bahwa peraturan ini membentuk sensitivitas masyarakat terhadap kaum difabel, yang mungkin dianggap berbeda dengan yang lain.
Jemaat Tuhan,
nas kita hari ini juga membawa kita kepada sebuah kerangka berfikir tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan orang yang dikategorikan sebagai kaum yang lemah. Alkitab kita secara tegas mengatakan bahwa siapa yang menindas orang yang lemah sejatinya ia menghina Penciptanya. Ada 2 frasa kata yang menarik pada kalimat ini, yaitu: perilaku menindas (penindas adalah subjek) dan ada yang ditindas (orang lemah, objek). Ada dua pihak yang harus dilihat dengan kacamata kesetaraan, bahwa keduanya adalah ciptaan Tuhan, yang pada dasarnya adalah setara di hadapan Tuhan. Jadi tidak ada juga kewenangan satu pihak menindas pihak lain. Tidak ada yang menjadi subjek dan objek, melainkan seharusnya kedua belak pihak adalah sama atau sepadan. Lalu bila ada yang mengambil kewenangan Allah dengan memposisikan dirinya lebih tinggi dari yang lain, maka ia akan cenderung untuk menghina Allah, serta tidak memperlakukan ciptaan lain sesuai dengan porsinya. Hal itu akan menghina Penciptanya. Lalu pada kalimat berikutnya dituliskan, “siapa yang menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia.” Memuliakan Allah adalah menghargai ciptaan-Nya, menghidupi hati yang penuh belas kasih, karena sejatinya semua orang yang diciptakan Allah adalah berharga. Maka ketika kita menghargai semua orang, kita juga menghargai Allah dan memuliakanNya.
Jemaat Tuhan,
agaknya nas kita ingin membawa kita kepada sebuah sikap yang seharusnya kita lakukan, yaitu menghargai dan memandang ciptaan Allah itu sebagai sesuatu yang berharga. Bahwa kalaupun ada yang kita anggap berbeda dengan kita (apakah itu dari pendidikan, pekerjaan, ekonomi), nas ini menekankan bahwa kita tidak mempunyai hak untuk memandangnya berbeda, apalagi menindasnya. Karena tindakan yang seperti itu adalah tindakan yang menghina Allah. Lalu seharusnya kita menjadi pioner untuk menghargai orang lain sebagai sebuah karya Allah yang besar, dan kita tidak mempunyai kewenangan untuk mendiskreditkan karya yang besar tersebut. Selamat menghargai karya Allah. Selamat memanusiakan manusia. Amin.
5. Mandoding Haleluya No. 115:1-2,5
Sadokah ho i tanoh on papintor uhurmin,
padingat-dingat ma tongtong nidok ni Tuhanmin.
Sai songon hayu dear ho ramos parbuahnin.
Bulung ni pe tabun homa usihi ma sonin.
Sai tiru Tuhan Jesus in na roh mangkopkop ho.
Pambaen-Ni ‘ge hata-Ni in hagoluhanmu do.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Departemen Persekutuan GKPS