Ilustrasi : (Shutterstock) diambil dari : https://lifestyle.kompas.com/image/2013/12/01/1824595/

Mari lebih dahulu kita perhatikan apa kata mereka dalam tabel ini:

No Kata Perempuan/ Isteri Kata Laki-laki/Suami
1 Awalnya semua baik-baik saja, lalu dia mulai berubah. Dia terlalu menuntut. Apa yang saya lakukan tidak pernah cukup. Selalu saja ada kesalahan yang saya perbuat.
2 Dia terlalu keras kepala untuk mau berubah Dulu dia selalu menghargai apa yang saya lakukan, tapi lama kelamaan dia ingin mengubah saya
3 Dia egois. Dia bahkan tidak tertarik dengan hidup saya atau perasaan saya. Dia terlalu manja. Semua urusan berkaitan dengan dirinya.
4 Dia menjadi terlalu dingin dan berjarak. Saya tidak merasa aman untuk terbuka padanya. Semuanya berurusan dengan perasaannya. Saya merasa benar-benar terkontrol.
5 Dia meninggalkan semuanya berserakan di rumah, saya capek merapikannya. Selalu saja ada hal yang belum saya kerjakan.
6 Kami berdua bekerja, waktu saya pulang kenapa dia tidak melibatkan diri dan membantu lebih banyak. Selalu saja ada hal yang dikeluhkannya.

 

7 Dia duduk di depan TV sementara saya mengerjakan segalanya, saya bukan pembantunya. Dia mau semuanya dikerjakan sekarang juga. Kenapa sih tidak bisa rileks dulu ?
8 Sulit dipercaya, dia lupa semuanya. Saya tidak bisa mengandalkannya dalam hal apapun. Sulit dipercaya, dia ingat semua kesalahan saya dan terus mengungkit-ungkitnya.
9 Saya harus mengerjakan ini dan itu, sementara dia sepertinya tidak peduli atau bahkan tidak ingin membantu. Kalau saya menawarkan bantuan, dia selalu menganggap ada yang salah. Jadi kenapa mesti repot-repot, biarkan saja dia sendiri yang mengerjakannya.
10 Dia membantu kalau hanya diminta. Mengapa dia tidak tanggap? Dia menganggap saya bisa membaca pikiran dan tahu apa yang dia mau, aneh.
11 Ketika saya mencoba bicara dengannya, perhatiannya selalu teralihkan atau terus menyela pembicaraan dengan berbagai solusi. Ketika saya mencoba rileks atau melewatkan waktu bersama teman-teman, dia mengeluh bahwa kami kurang banyak melewatkan waktu bersama-sama.
12 Kalau dia sudah mulai bicara, tidak bisa berhenti dan tidak tertarik dengan apa yang akan saya katakana. Saya ingin dia tidak terlalu banyak menasihati dan lebih banyak membantu. Saya membantu tapi dia masih kecapekan. Apa yang harus saya lakukan tidak pernah cukup dan tidak dihargai.
13 Suasana hatinya mudah berubah dan mudah tersinggung. Saya tidak tahu bagaimana cara membantunya. Saya tidak boleh masuk ke dalam hidupnya. Saya tidak pernah tahu kapan dia akan meledak dengan sederetan keluhan. Rasanya seperti di ujung tanduk setiap kali berada di dekatnya.
14 Dulu saya selalu yang nomor satu, tapi setelah dia mendapatkan saya, pekerjaan menjadi prioritas utamanya.

 

Lama-lama anak-anak menjadi lebih penting dari saya.
15 Dia tidak pernah mendengarkan kata-kata saya. Dia cuma ingin memecahkan masalah saya. Dia menjadi terlalu emosional dan sama sekali tidak masuk akal.
16 Dulu dia penuh kasih sayang dan terlihat tertarik. Sekarang dia mengabaikan saya kecuali kalau perlu sesuatu. Ada saja yang selalu dikeluhkannya. Tidak ada hal yang membuatnya senang.
17 Dia bahkan tidak menyadari penampilan dan pelayanan saya lagi. Apakah saya berlebihan mengharapkan pujian darinya?

 

Dia selalu membesar-besarkan apa saja. Kenapa sih harus emosional begitu?
18 Saya tidak bisa mengungkapkan perasaan dan pendapat tanpa membuatnya merasa saya mengendalikan dan mengaturnya. Kalau tidak mengeluhkan saya kurang giat bekerja, dia mengeluh kami kurang uang. Saya tidak pernah bisa menang.

 

19 Tidak ada lagi waktu untuk cinta. Selalu saja yang dilakukan adalah bekerja, nonton TV, pergi keluar atau tidur. Kalau suasana hati saya sedang baik, selalu saja dia dalam keadaan kecapekan atau banyak pekerjaan.

 

20 Dia menyentuh saya hanya jika ingin bercinta

 

Rasanya perlu perjuangan untuk bisa bercinta dengannya.
21 Dia takut kemesraan. Setiap kali kami semakin dekat, dia akan menjauh. Dulu dia begitu responsif. Sekarang rasanya seperti harus mengisi formulir dulu sebelum bercinta.
22 Sepanjang hari saya mengurus anak-anak lalu dia pulang dan menunjukkan kesalahaan-kesalahan dan kekurangan saya.

 

Ketika saya bersama anak-anak dia mengkritik apa yang saya lakukan. Katanya perlu istirahat tapi terus menerus mengatur.
23 Setiap kali membahas masalah keuangan, selalu saja cekcok. Apa yang saya bilang sepertinya tidak penting Waktu memeriksa tagihan-tagihan, dia mempertanyakan cara saya menghabiskan uang. Saya tidak suka diatur-atur.

 

 

Keluhan-keluhan atau ungkapan tersebut di atas sebagaimana dituliskan oleh Jhon Gray penulis buku terkenal “Why Mars & Venus Collide”, merupakan hasil survei dan pengalamannya selama bertahun-tahun mendampingi para pasangan suami isteri yang sedang mengalami krisis pernikahan oleh karena berbagai banyak hal, khususnya konflik-konflik seputar kehidupan pernikahan. Konflik-konflik yang terjadi karena perbedaan-perbedaan yang ditemukan diantara laki-laki dan perempuan. Mulai dari perbedaan secara fisiologis, reproduksi, psikis dan mental termasuk lingkungan yang memengaruhi kepribadian juga kemampuan mengelola emosi, stres konflik dan depresi yang dialami, terutama ketika kenyataan yang dialami tidak seperti yang diimpikan.

Setiap indvidu yang berbeda ini mempunyai keterbatasan untuk memahami satu sama lain walaupun bukan berarti tidak bisa. Perbedaan setiap individu baik secara kodrati, alamiah ataupun konstruktif akhirnya menimbulkan konflik, yang menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan dan terganggunya relasi suami isteri.

Konflik dalam relasi suami isteri dapat terjadi karena banyak hal seperti adanya campur tangan pihak ketiga (termasuk orang tua/ mertua), pekerjaan, keuangan, liburan, pola asuh anak dan gaya hidup yang dipengaruhi sosial budaya termasuk ketidaksetiaan salah satu pihak dalam pernikahan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara yang tepat untuk menjadikan perbedaan-perbedaan itu menjadi hal yang positif, konstruktif yang akan semakin menguatkan relasi pasangan suami isteri. Relasi yang diletakkan di atas dasar-dasar internal seperti kepribadian, cinta, pengorbanan daripada hal-hal yang bersifat eksternal lainnya.

Bicara tentang relasi suami isteri maka yang dimaksud ialah relasi yang setara dan adil, itu artinya suami dan isteri adalah mitra, Idealnya dalam relasi kemitraan ini kepemimpinan rumah tangga dibagi secara merata sehingga bisa saling menopang, meneguhkan dan memperkuat setiap keputusan, meski masing-masing mempunyai keahlian dan kemampuan yang berbeda. Relasi yang setara akan memampukan setiap individu dalam pernikahan merasa bebas dan merdeka untuk menyatakan kepribadiannya, pendapatnya, sampai tiba pada keputusan bersama yang adil dan berkualitas, yang semakin meneguhkan ikatan pernikahan pasangan suami isteri itu.

Tentu saja mendapatkan atau mewujudkan suasana dan kondisi seperti itu memerlukan proses berlangsung yang terus menerus seiring dengan perkembangan kepribadian dan pengenalan akan satu dengan yang lain, yang membutuhkan proses, waktu, komitmen dan juga pengorbanan.

Memahami dan menerima bahwa laki-laki dan perempuan memang berbeda dan terprogram untuk berbeda serta menyadari dan mengenali perbedaan-perbedaan itu akan menolong kita untuk tidak terlalu menaruh ekspektasi-ekspektasi yang tidak realistis. Sehingga daripada membuat perbedaan itu menjadi sumber konflik yang merenggangkan atau melemahkan relasi pasangan suami isteri dengan tuntutan yang menurut pasangan tidak realistis dan mengada-ada, maka alangkah lebih baik untuk menghargai perbedaan yang ada. Memfokuskan diri pada upaya menciptakan keharmonisan dengan lebih banyak memberikan diri sendiri terhadap apa yang kita butuhkan, sehingga pasangan suami isteri juga mendapatkan lebih banyak dari apa yang dibutuhkannya.  Menjaga dan merawat relasi dalam pernikahan memerlukan kontribusi dari kedua belah pihak. Kemauan dan niat untuk saling men-support dan memotivasi dalam kasih yang sudah diberikan Tuhan dalam hati dan hidup kita. Mari kita menjaganya. (bgs/hks)

Pdt. Julinda Sipayung, M.Si

Koordinator WCC Sopou Damei GKPS, Pematangsiantar