Bahan PA Seksi Namaposo Minggu 16 Juli (6 Set. Trinitas) 2023

  1. Nas : Mazmur 1:1-6
  2. Usul doding/lagu : Haleluya 102:1-2
  3. Tema : Jalan orang benar dan jalan orang fasik
  4. Tujuan : Agar pemuda dapat memilih jalan yang terbaik    baginya yakni menurut jalan orang yang benar seturut dengan firman Tuhan.

Hidup di jalan Tuhan

Banyak orang mau melakukan apa saja asal hidupnya bahagia, puas dan tenteram. Maka, tidak heran anak-anak muda lari ke narkoba, seks bebas; orang-orang yang lebih tua menyibukkan diri dengan mencari harta dan kuasa; orang lain mencari agama-agama, kebatinan, apa pun yang dapat menenteramkan hati. Tetapi, mereka yang memilih hal-hal tadi akhirnya harus mengakui bahwa kenikmatan bertolak belakang dengan kebahagiaan. Jadi, adakah pilihan yang tepat?

Mazmur 1 memberikan jawabannya. Secara negatif, kebahagiaan tidak didapat dari perbuatan fasik/berdosa (ayat 1). Maka, orang yang mau berbahagia harus menjauhi semua hal yang membawanya berdosa. Jikalau tidak, kehidupan berdosa akan membawa kegagalan hidup (ayat 4), dan akhirnya kebinasaan (ayat 6b). Sebaliknya, secara positif, kebahagiaan hanya didapatkan di dalam hidup sesuai dengan firman Tuhan (ayat 2). Orang yang hidup seturut firman-Nya akan diberkati dengan keberhasilan (ayat 3) dan Tuhan berkenan kepadanya (ayat 6a). Namun, lebih penting dari semuanya itu, orang demikian dijamin penuh oleh sang sumber hidup sendiri (ayat 3). Hidup bahagia itu tumbuh melalui rangkaian pilihan dan keputusan yang membentuk kebiasaan seumur hidup. Hal menghindari dosa dalam segala bentuknya itu, juga hal mengasihi dan menyimpan firman dalam hati.

Mazmur 1:1-6 merupakan pendahuluan kitab Mazmur. Mazmur ini membandingkan hanya dua jenis orang yang diakui Allah, masing-masing dengan sekumpulan prinsip hidup tertentu:

1) Orang saleh, yang berciri kebenaran, kasih, ketaatan kepada firman Allah dan pemisahan dari persekutuan dengan dunia (ayat Mazm 1:1-2);

2) Orang fasik, yang mewakili jalan dan nasihat dunia, yang tidak tinggal dalam firman Allah, dan karena demikian tidak ada bagian dalam perkumpulan umat Allah (ayat Mazm 1:4-5). Orang benar itu dikenal dan diberkati Allah, tetapi orang fasik tidak memperoleh bagian dalam kerajaan Allah (1Kor 6:9) sehingga akan binasa (ayat Mazm 1:6). Pemisahan di antara kedua jenis orang ini akan ada sepanjang sejarah penebusan hingga kekal.

Menurut pemazmur, ukuran kebahagiaan yang sejati terletak pada jalan yang ditempuh oleh setiap orang, bukan pada apa yang dia miliki. Disebutkan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam (ay. 1-2). Dengan kata lain, apa pun yang dimiliki oleh seseorang, sebanyak apa pun yang dia miliki, sebanyak apa pun keturunannya, dan setinggi apa pun jabatannya, dapat memberikan kebahagiaan baginya hanya apabila dia hidup menurut kehendak Allah. Kita dapat menemukan banyak contoh tentang orang-orang yang memiliki segalanya tetapi hidup jauh dari Tuhan, pada akhirnya terbukti bahwa mereka tidak menikmati kebahagiaan. Ada orang yang memiliki harta berlimpah, fasilitas yang amat memadai, memiliki suami yang kelihatan sehat dan cakep atau memiliki istri yang kelihatan sehat dan cantik, tetapi ternyata selama puluhan tahun tidak menikmati kebahagiaan yang sejati. Sebaliknya, banyak orang yang hidupnya sederhana, bahkan amat sederhana, tetapi menikmati kehidupan dalam damai dan rasa bahagia, sebab kunci kebahagiaannya adalah hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak ikut-ikutan dalam gaya hidup duniawi yang tidak benar.

Lalu, seperti apakah kehidupan orang yang hidupnya tidak seperti orang fasik dan yang kesukaannya Firman Tuhan? Pemazmur menyebutkan gambaran yang kedua dengan analogi pohon. “Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (ay. 3). Sangat jelas, bahwa kehidupannya tidak mengalami kelayuan, sebab kebutuhan utamanya selalu tersedia, air kehidupan yang dari Tuhan. Alhasil, orang yang seperti pohon di tepi aliran air tersebut akan menghasilkan buah, dan buahnya itu dapat dinikmati oleh orang-orang di sekitarnya. Singkatnya, dia menjadi berkat bagi sesamanya. Pemazmur mengatakan: “apa pun yang diperbuatnya berhasil”, artinya setiap kebaikan yang dia lakukan selalu berhasil.

Hal ini berbeda dengan orang-orang fasik. Menurut pemazmur, hidup orang fasik seperti sekam yang ditiupkan angin, tidak akan tahan dalam penghakiman, bahkan tidak bertahan dalam perkumpulan orang benar (ay. 4-5). Hidup orang fasik kelihatan hebat, kelihatan baik-baik saja, tetapi sesungguhnya tidak kokoh, dengan mudah dapat tertiup angin. Hidup orang fasik kelihatan kuat di permukaan, tetapi sesungguhnya keropos di dalamnya. Ini mirip dengan ungkapan Nias: “hulö manu safusi, atambö mbu ba angao nösi”. Ini juga menjadi pembelajaran bagi kita, untuk tidak tertarik dengan kehidupan orang fasik yang sepertinya enak itu, sebab sesungguhnya hidup mereka tidak berarti, mereka hidup dalam kebahagiaan yang semu.

Kita, orang-orang yang percaya kepada Tuhan, tentu saja merindukan kebahagiaan yang sejati. Tidak salah bekerja atau berupaya memiliki berbagai hal tadi, entah materi, keturunan, atau pun pekerjaan/jabatan tertentu. Namun, kita harus tetap menyadari bahwa kunci kebahagiaan terletak pada jalan hidup yang kita tempuh, jalan orang benar, jalan Tuhan, bukan jalan orang fasik. Percayalah, dengan berjalan pada jalan Tuhan dan tidak kompromi dengan kefasikan, kita akan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya.

Hasoman Namaposo, di tengah kondisi dunia yang semakin apatis terhadap nilai-nilai kebenaran ini, Namaposo haruslah hadir sebagai pembawa harapan bahwa hidup bersama Tuhan lah yang terbaik. Ikut jalan Tuhan adalah yang terbaik, meskipun banyak lika-liku dan kerikil-kerikil tajam, namum kita percaya bahwa bersama Tuhan semua jalan itu bias kita lalui. Tetaplah dalam jalan Tuhan, kita akan merasakan manis pada akhirnya. Amin.