1. Mandoding Haleluya No. 250:1-2
Haholongan na mapansing, humbai Jesus Tuhankin;
Sai sogopi, sai masuki, uhur ampa tonduyhin.
Malas uhur ni na sonang, i nagori atas in;
Sai palamlam, sai pasonang siholhin, o Jesuskin.
2. Tonggo
3. Ayat Harian: Jakobus 1:19
“Ingat nasiam ma, nasiam sanina na hinaholongan: Ganup halak, ringgas ma ia manangi-nangi, asok marsahap anjaha lambat marringis.”
“Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;”
4. Renungan
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
salah satu anugerah terindah yang diberikan Allah kepada kita adalah komunikasi. Pemberian yang berharga ini ditujukan untuk memuliakan Dia dan menolong kita hidup dalam persekutuan dengan Dia dan sesama. Di era ini tidak ada lagi batasan bagi kita untuk saling berbagi atau sharing. Setiap orang saat ini bisa mengekspresikan dirinya kapan saja, baik melalui cara konvensional, seperti panggilan telepon atau nongkrong bareng atau lewat media digital seperti: Facebook, WA, Twitter, Instagram, dan TikTok. Suatu kemajuan yang sangat menolong. Namun, seiring dengan kesibukan dan hiruk pikuk yang juga semakin bertambah, sering kali stres, frustrasi dan kecurigaan merasuk ke dalam interaksi dan komunikasi kita. Ketika emosi timbul terlalu cepat, interaksi bisa melahirkan kebencian dan diskusi bisa menjadi perdebatan sengit. Sharing ide yang baik bisa digantikan oleh saling adu argumen. Namun, selaku orang percaya, kita dipanggil untuk berkomunikasi berlandaskan kasih. Kita harus memerangi kebiasaan buruk ini, bahkan harus menjadi pembawa berkat dalam setiap interaksi dan komunikasi kita, apalagi dalam suasana yang kompleks saat ini.
Bagaimanakah kita memuliakan Tuhan dalam komunikasi kita? Apa manfaatnya berkomunikasi dengan baik setiap hari? Komunikasi tentu terjadi antara dua pihak dan dua arah. Maka seperti dikatakan nas hari ini, satu pihak hendaklah cepat mendengar dan yang lain lambat untuk berkata-kata. Sudahkah kita cepat mendengar dan lambat berkata-kata dalam rumah tangga, keluarga, maupun jemaat kita? Apakah komunikasi kita berjalan dengan sehat dan menunjukkan kedewasaan iman? Sudahkah komunikasi kita menunjukkan buah dari Firman yang ditaburkan di dalam kita? Memang tidak ada komunikasi yang sempurna di dunia ini, namun selaku orang percaya kita harus membangun komunikasi yang baik dengan pertolongan Roh Kudus, sebagai ucapan syukur atas kasih Allah bagi kita. Dan inilah yang ditekankan rasul Yakobus kepada jemaat yang berserak dan dilanda konflik saat itu, yaitu membangun komunikasi yang baik satu sama lain sebagaimana dinyatakan nas hari ini. “Cepat untuk mendengar,” berarti lebih menekankan mendengar daripada berbicara. Suatu hal yang bertentangan dengan kebiasaan manusia saat ini yang egois, butuh aktualisasi diri, dan ingin menunjukkan kehebatannya melalui kecakapan berkata-kata. Orang hebat sering diukur dengan kecakapan berbicara, bukan keahlian mendengar bukan? Memang mendengar itu sangat sulit dan kurang menarik. Manusia kurang tertarik mendengar apa yang dikatakan seseorang bahkan sering mengabaikannya karena merasa sudah tahu atau sedang memikirkan balasannya, bahkan mungkin karena terlalu sibuk dan tidak punya waktu mendengarkan.
Kerelaan dan kesediaan mendengar adalah bukti kasih kepada sesama seperti diri sendiri dan juga menunjukkan simpati kepada orang yang sedang berbicara. Tidak hanya sekedar mendengar, namun juga mencoba untuk mengerti dan memahami apa yang dikatakannya, sehingga kita dapat meresponsnya dengan penuh kasih dan kemudian baru membuka mulut untuk berbicara kepadanya. Itulah yang disebut dengan “lambat untuk berkata-kata,” jangan terlalu cepat berbicara, menginterupsi pembicaraan, tetapi berpikir dahulu sebelum berbicara, seperti ungkapan Simalungun, “Palobei idilat bibir ase marsahap” (Menjilat bibir sebelum berbicara). Semoga nas hari ini memberi kekuatan bagi kita untuk mendengar dan berbicara sesuai dengan firman Tuhan dan semuanya itu memberikan kemuliaan bagi-Nya serta berkat bagi sesama. Dengan pertolongan Roh Kudus, kiranya kita dapat berkomunikasi dengan baik yang menunjukkan keutuhan dan kedewasaan komunikasi di antara kita di dalam kebenaran dan kasih. Amin.
5. Mandoding Haleluya No. 216:1+6
Tonggor ma jenges ni in, ganup na sauhur in.
Parpambaenan na bujur ‘ge hatani pe botul.
Pitah bai dirini bei, do mansari jolma in.
Kawan seng itatap be, ulang ma sonai ale.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Departemen Persekutuan GKPS