1. Mandoding Haleluya No. 1:1-2
Jahowa sihol pujionku, ai Ham do Naibata sitompa au.
Sai suruh Tonduy-Mu hu bangku, mangajar au mamuji Goran-Mu.
Marhitei-hitei Jesus AnakMu, ase dear dodingku hu Bamu.
Bai Anak-Mu bobahon ahu, ase Bamu iboban au homa.
Sorapkon Tonduy-Mu hubangku, manogu au bai dalan na torsa.
Ase tongtong gok damei uhurhin, janah mesek mamuji Goran-Mu.
2. Tonggo
3. Ayat Harian: Jakobus 1:26
“Anggo adong na mangkatahon ibagas uhurni, na daulat ia, hape lang irantei dilahni, ipaoto-oto uhurni do ia ai, na parsuma do parugamaonni ai.”
“Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.”
4. Renungan
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
sama seperti ahli ekonomi menetapkan indikator kemajuan ekonomi suatu bangsa, demikian juga Allah menetapkan indikator dari ibadah yang hidup melalui nas hari ini. Apakah yang menjadi indikator dari keagamaan yang benar, keimanan yang sejati, atau relasi yang sungguh-sungguh dengan Tuhan? Inilah yang akan menjadi suatu refleksi bagi kita pada hari ini. Oleh sebab itu, hal yang pertama yang harus kita uji adalah, “Apakah dalam kehidupan sehari-hari kita senantiasa mengekang lidah kita?” Nas hari ini mengatakan, “Jikalau ada seseorang yang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.”
Kita mungkin bisa menipu orang lain dengan sandiwara kita agar seolah-olah kita dipandang mereka sebagai seorang yang saleh dan beribadah, tetapi jika pada kenyataannya kita tidak dapat mengekang lidah kita, maka sesungguhnya pada saat yang sama kita telah menipu diri kita sendiri. Untuk itu, kita harus selalu menguji diri dalam segala perkataan kita sehari-hari. Apakah kita mengekang lidah dalam berbicara? Atau dengan perkataan lain, apakah kita selalu menguasai lidah dalam berbicara? Apakah kita dengan penuh kesadaran berbicara agar semua yang keluar dari mulut kita memuji dan memuliakan Tuhan serta membangun ataupun memberikan semangat kepada orang lain? “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” (Ef. 4:29). Tuhan menginginkan bukan hanya agar perkataan kita tidak menjatuhkan orang lain, atau tidak menyakiti hati orang lain (netral), tetapi harus juga dapat membangun orang lain (positif dan aktif). Etika Kristen bukan hanya menghindari hal-hal yang negatif saja, melainkan harus aktif, positif dan konstruktif. Bagaimanakah kita mempergunakan kata-kata kita dalam kehidupan sehari-hari? Ungkapan Simalungun mengatakan, “Palobei idilat bibir ase marsahap,” yang artinya, “Bibir harus dijilat terlebih dahulu sebelum berbicara.” Itu berarti kita harus terlebih dahulu bertanya kepada diri kita sendiri dengan tiga pertanyaan sebelum kita berbicara (menurut Alexander Whyte). Pertama, apakah yang ingin kukatakan ini benar? Kedua, apakah itu penting? Ketiga, apakah ini baik?
Menurut Allah dan sesuai dengan firman-Nya, perkataan kita adalah cerminan dan petunjuk bagaimana sesungguhnya keagamaan, keimanan, dan ibadah kita. Tuhan kita Yesus Kristus mengatakan bahwa perkataan kita adalah manifestasi dari hati kita. “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.” (Mat. 12:33-35). Maka untuk itu, kita benar-benar memerlukan kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus. Kekristenan bukan hanya sekedar kode etik tetapi suatu kebenaran tentang bagaimana Allah menyelamatkan orang berdosa. Kita membutuhkan pengampunan yang hanya dapat diberikan oleh Kristus. Kita memerlukan hati yang baru yang hanya dapat diberikan Allah semata. Kita memerlukan “pengendalian diri” yang hanya dapat diberikan oleh Roh Kudus semata (Gal. 5:23). Itulah sebabnya perkataan yang kita ucapkan adalah indikator dari keimanan, keagamaan, dan ibadah kita yang sejati. Amin.
5. Mandoding Haleluya No. 1:3
Sai holong atei-Mu, Jahowa! Papandei au mamuji Goran-Mu.
Sai ulang asal puas hata, ningon botul mamuji hu Bamu.
Ham Bapa, Anak pakon Tonduy-Mu, doskon na jongjong au i lobei-Mu.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Departemen Persekutuan GKPS