Gambar ilustrasi dari https://www.superbookindonesia.com/assets/uploads/42/images/main/180221141635.png

Apa itu Karakter?

Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. Sifat (perilaku) dapat dirubah, tetapi watak (karakter) tidak dapat dirubah. Meski sedikit berbeda, namun secara umum orang memahami kalau watak atau karakter (character) itu identik dengan “kepribadian” (personality). Secara sederhana, dapat disebutkan bahwa watak atau kepribadian manusia ada yang “positif” (semisal: penyabar, pemaaf, bijaksana, jujur, setia, hemat, dll.) namun ada juga yang “negatif” (semisal: tidak percaya diri, pengkhianat, penakut, sombong, munafik, pemalas, boros, dll). Meskipun seseorang berkepribadian “negatif”, tetapi dia dapat melatih diri berperilaku “positif”.

Sifat (perilaku) dan watak sangat berbeda. Karena sifat dan watak merupakan sesuatu hal yang kompleks dalam kepribadian manusia. Sifat dan perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh sikap, adat istiadat, suasana, nilai, emosi, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Sifat pada seorang individu merupakan tingkah laku yang tetap (hampir tetap) pada seseorang. Maka, untuk mengetahui sifat-sifat seseorang yang sebenarnya diperlukan waktu dan proses pergaulan yang lama. Apabila tergesa-gesa untuk menentukan sifat tertentu pada seseorang, ini adalah suatu hal perbuatan yang ceroboh dan biasanya sering kali menimbulkan salah terka.

 

Watak Dapat Mempengaruhi Tingkah Laku

Tingkah laku terwujud dalam perilaku. Perilaku seseorang dapat diatur dan dibentuk, yang tergantung oleh lingkungan di mana manusia tersebut berinterkasi dan tinggal. Menurut Buku Personality Plus karangan Florence Littauer, ada empat macam sifat atau karakter manusia, yaitu:

  1. Koleris(ingin tampil ke depan, bersifat keras layaknya komandan tempur).
  2. Sanguin (periang, hampir tak pernah kelihatan susah namun pelupa dan selalu ingin mendapat perhatian orang lain).
  3. Melankolis (serius, sistematis dan selalu memikirkan sebuah tindakan masak-masak sebelum melakukannya).
  4. Plegmatis(pasrah, tidak suka bertengkar dan nurut saja mana yang paling mudah).

 

Masa Remaja: Membangun Karakter dan Tingkah Laku Positif

Masa remaja sering disebutkan sebagai masa ‘labil’ (sering berubah-ubah, tergantung mood-nya) bagi seorang anak. Kelabilan ini terjadi karena di dalam dirinya terjadi ‘konflik batin’; apakah itu konflik tentang identitas (masih anak-anak atau sudah dewasa?), konflik peranan, dan juga konflik perasaan. Namun justru dalam kondisi ‘masa labil’ inilah pihak yang bertanggung jawab atas perkembangan psikologis dirinya (katakanlah orangtua dan guru di sekolah umum dan di sekolah minggu/remaja gereja) dituntut lebih memahami dan membantunya untuk tiba pada perkembangan yang normal menjadi seorang dewasa yang berkarakter positif.

Dalam kondisi ‘labil’ seperti itu pendekatan yang diperlukan kepada seorang anak remaja adalah ‘pendekatan persahabatan’ (friendship approach). Menjadi teman atau sahabat bagi dirinya, menjadikannya memiliki ‘kekuatan’ dan pegangan karena ada orang yang mau dan mampu memahaminya, mengerti dirinya, mendengar keluhan-keluhan dan cerita-ceritanya: mulai dari cerita sedih hingga gembira, dari cerita humoris hingga romantis. Jikalau si anak remaja sudah merasa ‘dekat’ dengan orangtuanya (selaku penanggung jawab utama) baik dalam komunikasi verbal maupun ‘komunikasi batin’ (saling memahami dan memaklumi, chemistry) maka si anak akan “mau mendengarkan” (nurut) apa yang diajarkan, na ipodahkon, atau yang diusulkan orangtuanya kepadanya. Tentunya dalam kondisi seperti ini akan menjadi peluang atau kesempatan yang baik bagi orangtua untuk menanamkan nilai-nilai dan etika moral yang baik untuk menumbuhkembangkan karakter yang positif bagi si anak, sehingga diharapkan akan menghasilkan tingkah laku dan perilaku yang positif juga.

 

Karakter Kristus

Setiap orang Kristen atau pengikut Yesus Kristus diharapkan memiliki karakter kristiani. Tentu karakter kristiani yang dimaksud adalah karakter yang sama atau berlandaskan karakter Yesus Kristus, sang pemimpin umat kristiani. Karakter Yesus tersebut tentu terwujud nyata melalui sifat (perilaku) dan atau tingkah laku Yesus semasa Ia hidup di dunia ini, sebagaimana yang dicatat dalam Alkitab. Rasul Paulus sendiri menasihatkan kepada warga jemaat supaya “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5). Sepintas, pikiran dan perasaan Yesus inilah yang kita pahami sebagai ‘karakter Kristus’ yang perlu diteladani dan ditumbuhkembangkan dalam diri setiap orang percaya, khususnya anak-anak remaja Kristen.

Dalam teks di atas, Paulus menasihatkan supaya orang Kristen hidup beracuan bukan hanya pada pikiran Yesus melainkan juga perasaan-Nya. Namun, dalam Alkitab Yunaninya untuk menyebut pikiran dan perasaan Kristus hanya dipakai satu kata yakni, phroneite dari akar kata phroneoo yang berarti berpikir atau berjiwa, sepikir atau sejiwa. Lalu pertanyaannya, apa dan bagaimanakah phroneite-nya Kristus itu?

Dalam surat Filipi ini pikiran dan perasaan (baca: karakter) Kristus yang ditonjolkan adalah: ketaatan dan kerendah-hatian-Nya di hadapan Allah, Bapa-Nya (2:6-8). Kerendah-hatian Yesus itu terwujud dalam perilaku “mengosongkan diri” dan “mengambil rupa seorang hamba”, dan ketaatan-Nya terbukti dan teruji “taat sampai mati”.

Sungguh menarik jikalau para orangtua (dan guru) menanamkan dan menumbuhkembangkan karakter “rendah hati dan taat” kepada anak (remaja). Kelak, ketika nanti ia dewasa, ia akan menjadi pribadi yang menawan dan disenangi orang karena tampil sebagai seorang (pemimpin) yang rendah hati namun taat pada tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

Yesus, sebagai guru (rabi) dan pemimpin, memiliki karakter hamba/menghamba. Kepemimpinan yang menghamba ini adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Prinsip pertama dan utama dalam “kepemimpinan yang melayani” ini adalah: “DATANG BUKAN UNTUK DILAYANI, MELAINKAN UNTUK MELAYANI” (Markus 10: 45). Ini merupakan konsep dasariah yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya, dan yang telah dicontohkannya kepada murid-murid-Nya, misalnya dengan membasuh kaki para murid (Yohanes 13:1-17).

Sikap menghamba (sirsir mangidangi) ini merupakan karakter Yesus Kristus yang datang ke dunia untuk menjalankan misi Allah. Karakter menghamba merupakan karakter yang mampu “merendahkan hati” (martoruh ni uhur) yang nyata lewat sikap dan perbuatan melayani. Misi utama Yesus datang ke dunia ini adalah “menyelamatkan dunia” (Yohanes 3:16), dan misi itu Ia lakukan dengan setia, hingga tuntas ke garis finish (teriak-Nya di kayu salib: “sudah selesai” = tetelestai), walau menjalani via dolorosa, namun Ia “taat sampai mati”.

 

Refleksi Bagi Orangtua: Menjalankan Pola Asuh dan Pola Didik yang Positif

Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat bergantung pada pengasuhan dan pendidikan orang tua sejak dalam kandungan hingga masa remaja (0 s/d 18 tahun). Kita meyakini bahwa pola asuh dan didik yang “negatif” dari orang tua akan membuahkan kepribadian anak yang ‘negatif’ juga. Sebaliknya, pola asuh dan didik yang “positif” akan menghasilkan kepribadian anak yang ‘positif’ juga. Itu berarti pembentukan watak anak (remaja) yang positif tergantung pada pola asuh yang positif dari orangtua sehingga menghasilkan perilaku yang positif. Orang bijak mengatakan, “jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai orang lain”. Itu berarti, pola asuh yang mengedepankan ‘pujian’ (apresiasi) akan menumbuhkembangkan kepribadian anak yang akan (suka) menghargai orang lain. Anak remaja yang dibesarkan dengan pujian dan penghargaan akan menjadi anak yang tidak sombong, melainkan akan tampil dengan sikap rendah hati dan senang melayani orang lain. Demikianlah peran orangtua menumbuhkembangkan karakter Kristus dalam diri anak remaja. (bgs/hks)

Januari 2024,

Pdt. Albert H. Purba, M.Th

(Pendeta GKPS Resort Cengkareng Jakarta Barat)