Minggu, 10 Maret 2024 (Letare)

Nas                  : Filipi 2:5-8

Tema              : Menaruh pikiran dan Perasaan yang terdapat dalam Kristus

Tujuan            : Agar namaposo belajar mengosongkan diri dan rendah hati

Usul Doding   : Hal. No. 304: 1, 3 “Sada Goran na Majenges”

 

MARTORUH NI UHUR MA SONGON KRISTUS

Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, terkhususnya Namaposo GKPS firman Tuhan Yesus Kristus pada hari ini ialah dari Injil Filipi 2: 5-8  “Martoruh ni uhur songon Kristus” yang akan mengajari kita menajadi pribadi yang rendah hati seperti Kristus dan boleh mengosongkan diri untuk menempatkan Tuhan di hati kita semua melalui firman Tuhan di sini ada sebuah pola Injil yang dikemukakan supaya kita tiru, dan itu merupakan teladan Tuhan kita Yesus Kristus. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus (ay. 5).

Perhatikan, orang Kristen harus memiliki pikiran Kristus. Kita harus memiliki kehidupan yang menyerupai kehidupan-Nya, apabila kita ingin memperoleh manfaat dari kematian-Nya. Jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus (Rm. 8:9). Nah, seperti apakah pikiran Kristus itu? Dia luar biasa rendah hati, dan inilah yang khususnya harus kita pelajari dari Dia. Belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:29). Apabila kita rendah hati, tentulah kita menjadi sehati sepikir. Dan jika kita seperti Kristus, tentulah kita akan rendah hati. Kita harus melangkah di dalam roh yang sama dan di dalam jejak yang sama dengan Tuhan Yesus, yang merendahkan diri sampai menderita dan mati bagi kita. Bukan hanya untuk memuaskan keadilan Allah dan membayar harga untuk membebaskan kita, melainkan juga untuk memberi teladan bagi kita, supaya kita dapat mengikuti jejak-Nya. Nah, di sini kita temukan dua kodrat dan dua keadaan Tuhan kita Yesus. Dapat dilihat bahwa Rasul Paulus, setelah mendapat kesempatan untuk membicarakan Tuhan Yesus serta pikiran yang ada di dalam diri-Nya, menggunakan kesempatan itu untuk lebih jauh lagi membicarakan pribadi-Nya, dan memberikan gambaran khusus tentang diri-Nya. Ini adalah topik yang menyenangkan, dan seorang pelayan Injil tidak boleh beranggapan bahwa ia tidak punya kesempatan ketika menjumpai kesempatan itu. Setiap kesempatan yang cocok harus segera dimanfaatkan.

  1. Di sini diceritakan tentang dua kodrat Kristus, yaitu kodrat ilahi-Nya dan kodrat manusiawi-Nya.

Saudara/ saudari Berikut adalah kodrat ilahi-Nya. Yang walaupun dalam rupa Allah (ay. 6), memiliki kodrat ilahi, sebagai Anak Allah yang tunggal dan kekal. Ini sejalan dengan Yohanes 1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah. Ini sama maknanya dengan menjadi gambar Allah yang tidak kelihatan (Kol. 1:15), dan cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah (Ibr. 1:3). Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Kristus tidak berpikir diri-Nya bersalah telah merebut apa yang bukan milik-Nya, atau pura-pura memiliki hak orang lain. Ia berkata, Aku dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30). Berpura-pura setara dengan Allah, atau mengaku diri satu dengan Allah merupakan perampokan terbesar yang dapat dilakukan oleh manusia biasa atau makhluk biasa yang mana pun. Bagi manusia, ini adalah merampok Allah, bukan mengenai persepuluhan dan persembahan, melainkan mengenai hak-Nya sebagai Allah (Mal. 3:8). Beberapa orang menafsirkan dalam rupa Allah  dalam Bahasa Yunani di sebutkan en morphē Theou hyparchōn, sebagai penampakan-Nya dalam kemuliaan ilahi yang agung kepada nenek moyang dan kepada orang Yahudi di dalam Perjanjian Lama, yang sering kali disebut sebagai kemuliaan dan Shekinah. Kata ini digunakan dengan makna tersebut oleh Septuaginta, dan di dalam Perjanjian Baru. Kristus menampakkan diri kepada kedua murid itu, en hetera morphē yang berarti dalam rupa yang lain (Mrk. 16:12). Metemorphōthē  Ia berubah rupa di hadapan mereka (Mat. 17:2). Dan Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia tidak mencengkeram dengan serakah, ataupun mengingini dan berusaha supaya terlihat ada di dalam kemuliaan itu. Ia mengesampingkan kemegahan keadaan-Nya yang sebelumnya ketika Ia berada di muka bumi, yang dianggap sebagai suatu pernyataan tersendiri.

 Kodrat manusiawi-Nya. Ia menjadi sama dengan manusia, dan dalam keadaan sebagai manusia. Ia sungguh dan sepenuhnya manusia, mendapat bagian dalam darah dan daging kita, tampil dalam kodrat dan kebiasaan manusia. Dan Dia mengambil kodrat manusia dengan sukarela. Itu merupakan tindakan-Nya sendiri, dan dilakukan dengan persetujuan-Nya sendiri. Kita tidak dapat berkata demikian mengenai bagian kita di dalam kodrat manusia. Di sini Ia mengosongkan diri-Nya sendiri, melepaskan diri dari kehormatan dan kemuliaan dunia atas, serta dari keadaan-Nya yang sebelumnya, untuk mengenakan pada diri-Nya sendiri kain kotor berupa kodrat manusia. Dalam segala hal Dia sama dengan kita (Ibr. 2:7). Allah mengambil rupa yang sama dengan manusia melalui anak-Nya Yesus Kristus agar setiap manusia tidak takut dan boleh dekat dan menemui Yesus. Ia telah mengubah penampilannya dari yang kudus menjadi sama seperti manusia yang kotor yang penuh dengan dosa, yang bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa, sehingga seluruh manusia beroleh keselamatan yang datangnya dari Tuhan semata.

Di sini diceritakan tentang dua keadaan Kristus, yaitu perendahan dan peninggian-Nya.

  1. Keadaan-Nya yang direndahkan. Kristus tidak hanya mengambil rupa dan keadaan seorang manusia, tetapi juga rupa seorang hamba, yaitu, manusia yang hina. Kristus bukan hanya hamba Allah yang sudah dipilih oleh Allah, melainkan juga datang untuk melayani manusia, dan hidup di antara mereka sebagai seorang yang melayani di dalam keadaan hina dan rendah. Orang akan menyangka bahwa jika Tuhan Yesus menjadi manusia, tentulah Ia akan menjadi seorang pangeran, dan tampil dalam kemegahan. Namun justru sebaliknya: Ia mengambil rupa seorang hamba. Yesus dibesarkan secara sederhana, mungkin turut mengerjakan pekerjaan orang yang dianggap sebagai ayah-Nya. Seluruh hidup-Nya adalah hidup yang sangat rendah, hina, miskin, dan nista. Ia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya, hidup dari sedekah, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan, tidak tampil dengan kemegahan lahiriah, atau memiliki tanda yang membedakan-Nya dari orang lain. Inilah keadaan rendah dari hidup-Nya. Namun tahapan yang paling rendah dalam kehinaan-Nya adalah kematian-Nya di kayu salib. Ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Ia tidak hanya menderita, tetapi juga sepenuhnya taat secara sukarela. Ia merendahkan diri di bawah hukum yang mengatasi-Nya sebagai Pengantara, dan oleh hukum itu Dia ditetapkan untuk mati. Aku berkuasa memberikan nyawa-Ku dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku (Yoh. 10:18). Dan Dia takluk kepada hukum Taurat (Gal. 4:4). Ada sebuah penekanan terhadap cara kematian-Nya, yang mengandung di dalamnya segala keadaan yang mungkin yang merendahkan diri-Nya. Bahkan sampai mati di kayu salib, sebuah kematian yang terkutuk, menyakitkan, dan memalukan, sebuah kematian yang dinyatakan terkutuk oleh hukum Taurat (Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib). Kematian yang penuh rasa sakit perih, tubuh dipaku sampai menembus bagian-bagian saraf (tangan dan kaki), dan seluruh berat badan-Nya tergantung pada kayu salib. Dan ini merupakan kematian seorang penjahat dan seorang budak, bukan seorang yang merdeka, dipertontonkan di depan umum. Begitu direndahkannya Yesus yang mulia itu.
  2. Peninggian-Nya. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia. Dia ditinggikan sebagai upah karena telah direndahkan. Karena Dia merendahkan diri-Nya, maka Allah meninggikan Dia. Dan Allah sangat meninggikan Dia, hyperypsōse, yang berarti mengangkat Dia tinggi melampaui segalanya. Allah meninggikan seluruh Pribadi-Nya, baik dalam kodrat-Nya yang manusiawi maupun yang ilahi. Karena Dia dikatakan berada dalam rupa Allah sekaligus dalam keadaan sebagai manusia. Sehubungan dengan kodrat ilahi-Nya, maka peninggian-Nya hanya berupa pengakuan atas semua hak-Nya, atau untuk penunjukkan dan penampilan kemuliaan yang Dia miliki di hadirat Bapa sebelum dunia ada (Yoh. 17:5), bukan pemerolehan akan kemuliaan yang baru. Karena itulah dikatakan bahwa Bapa sendiri juga ditinggikan. Jadi, peninggian yang sesuai adalah berkenaan dengan kodrat manusiawi-Nya, yang sebenarnya mampu dilakukan-Nya sendiri, walaupun karena ada hubungan dengan kodrat ilahi-Nya. Di sini peninggian-Nya terdiri dari hormat dan kuasa. Berupa hormat, supaya Dia memiliki nama di atas segala nama, suatu gelar kehormatan yang melebihi segala makhluk, manusia dan malaikat. Dan berupa kuasa, yaitu supaya semua bertekuk lutut di hadapan-Nya. Seluruh makhluk harus tunduk kepada-Nya: segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, para penghuni sorga dan bumi, yang hidup dan yang mati. Dalam nama Yesus, bukan pada bunyi nama tersebut, melainkan pada kekuasaan Yesus. Semua harus memberikan penghormatan dengan khidmat. Selain itu, supaya segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” setiap bangsa dan bahasa harus secara terbuka mengakui kerajaan semesta yang dimiliki Sang Penebus yang ditinggikan, dan bahwa kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi (Mat. 28:18). Perhatikan betapa luar biasa luasnya kerajaan Kristus. Kerajaan-Nya menjangkau sorga dan bumi, mencakup setiap makhluk di kedua tempat itu, termasuk malaikat dan manusia, dan orang mati maupun yang hidup. Bagi kemuliaan Allah, bahwa Yesus Kristus diakui sebagai Tuhan. Sebab, merupakan kehendak-Nyalah supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa (Yoh. 5:23). Penghormatan apa pun yang diberikan kepada Kristus tertuju juga kepada Bapa. Barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku (Mat. 10:40).

Martoruh ni Uhur atau Rendah hati merupakan sikap yang penting bagi manusia untuk bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya terkhususnya kepada Namaposo GKPS ase martoruh ni uhur ma nasiam songon Kristus in, dan ketahuilah kesombongan merupakan sikap yang membuat seseorang menjadi tidak disukai oleh orang lain, karena menganggap dirinya lebih dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Dilukiskan bahwa akibat dari kesombongan yakni mendapat malu karena dengan kesombongannya itu ia menunjukkan keterbatasannya pada orang lain. Seperti yang dikatakan Yesus sendiri “sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri ia akan ditinggikan”. Perkataan Yesus ini juga menunjukkan kerendahan hati Yesus yang rela menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia. Kisah ini pun menjadi jelas bahwa kita semua diajak untuk tidak menyombongkan diri atau menganggap diri lebih dari orang lain, tetapi menjadi orang-orang yang dengan kerendahan hati berusaha untuk tampil dengan segala kemampuan dan kekurangan kita, agar kita bisa memiliki tempat yang lebih terhormat baik di dunia ini maupun dalam kehidupan kekal. Selain itu, kita juga dituntut seperti Yesus yang dengan rendah hati mau menjadi pelayan bagi sesama.