Suasana pertemuan antara Departemen Pelayanan GKPS dengan warga Huta Saing, pada Senin, 25 Maret 2024. (Foto: Pdt. Gunawan Purba)

PEMATANGSIANTAR. GKPS.OR.ID. Berawal dari berita media lokal (Simada News, 9 Maret 2024) yang menyebutkan terjadinya penebangan kayu yang terjadi di Huta Saing dan Mariah Dolok, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Pimpinan Sinode GKPS memberi respon dengan mengutus Departemen Pelayanan GKPS, pada 25 Maret 2024, untuk langsung turun ke lapangan dan mengadakan dialog publik bersama dengan masyarakat Huta Saing. Dialog publik ini diharapkan menjadi wadah bagi warga Huta Saing untuk saling berbagi informasi terkait peristiwa penebangan hutan yang terjadi di daerah tersebut.

Dalam dialog publik yang bertempat di rumah dinas Pendeta GKPS Resort Huta Saing, Departemen Pelayanan sebagai fasilitator mendengar informasi dari warga desa Huta Saing bahwa penebangan harangan huta (hutan desa) di Huta Saing sudah terjadi sekitar tiga (bulan) terakhir. Biasanya kayu tersebut dicincang di bawah jurang, kemudian diangkat ke atas untuk dibawa ke daerah Kabupaten Karo. Kayu tersebut diperkirakan berumur ratusan tahun, dan diameter kayu itu sudah sangat besar. Penebangan harangan huta ini menurut warga dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku telah memiliki surat izin untuk menebang hutan di daerah tersebut. Akibat penebangan harangan huta tersebut, habitat satwa akhirnya terganggu. Warga pun sering kali di jumpai satwa-satwa liar dan akhirnya datang ke areal pertanian warga Huta Saing. Warga akhirnya kerepotan dalam rangka menjaga tanam-tanaman pertanian mereka dan dipaksa keadaan untuk survive menghadapi kondisi ini. Selain itu, warga juga khawatir penebangan harangan huta tersebut nantinya akan berdampak pada terjadinya longsor dan banjir ke daerah aliran sungai di daerah Huta Saing. Warga menyimpulkan dengan hilangnya kayu-kayu besar tentunya akan berdampak pada terganggunya fungsi hutan dan tanaman untuk menahan air dan menyerap air ke dalam tanah di kala musim penghujan telah tiba.

Berdasarkan kondisi inilah maka masyarakat Huta Saing bermohon kepada Departemen Pelayanan GKPS agar menjadi sahabat bagi warga dalam rangka memperjuangkan harangan huta, serta menyuarakan penghentian aktivitas penebangan hutan yang sesungguhnya sangat berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat Huta Saing. Warga masyarakat Huta Saing juga mengatakan bahwa sejak dahulu mereka memiliki peraturan desa tentang pengelolaan harangan huta tersebut, dimana hasil harangan huta tidak dapat diperjual belikan, apa lagi kepada pihak luar. Hasil harangan huta dapat dipergunakan untuk kepentingan desa, misalnya untuk membangun rumah sekolah, fasilitas desa dan lain-lain. Intinya penggunaan hasil harangan huta hanya diperbolehkan berdasarkan keputusan bersama dan dipergunakan untuk kepentingan publik.

Berdasarkan keterangan warga desa Huta Saing tersebut, Kepala Departemen Pelayanan GKPS mengajak agar masyarakat desa Huta Saing bersatu hati untuk membuat sebuah pernyataan dan permohonan mereka kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Zaitun GKPS. Warga desa Huta Saing sangat senang mendengarkan berita ini, dan akhirnya mereka merasa sudah mempunyai sahabat yang memperjuangkan harangan huta di desa mereka secara hukum.

“Bagi kami hutan itu sangat berharga dan kami berharap supaya LBH Zaitun GKPS bersedia meringankan beban kami dalam memperjuangkan harangan huta tersebut,” demikian sahut salah satu orang warga desa Huta Saing.

Menindaklanjuti hasil dialog publik di atas, Selasa, 9 April 2024 surat permohononan dari warga Huta Saing akhirnya dikirimkan ke GKPS. Berdasarkan surat ini Pdt. Dr. Jenny Purba segera mengundang LBH Zaitun GKPS untuk mengadakan rapat internal pada 15 April 2024. Pada rapat internal ini turut hadir Praeses GKPS Distrik III Pdt. Jan Sudiaman Sinaga, LBH Zaitun GKPS, dan Departemen Pelayanan GKPS. Rapat ini menghasilkan keputusan bahwa GKPS perlu mengadakan audiensi resmi kepada UPT KPH II Pematang Siantar, dengan maksud supaya Departemen Pelayanan GKPS dan LBH Zaitun mengetahui peta wilayah harangan huta desa Huta Saing dari pihak yang berwenang, tata letak harangan huta tersebut dalam peta hutan dan sekaligus mempertanyakan keabsahan legal tidaknya pengambilan hasil kayu dari harangan huta desa Huta Saing.

Surat GKPS ke UPT KPH II Pematang Siantar mendapatkan balasan, dan Kepala UPT KPH bersedia menerima kehadiran GKPS.

 

Pada Kamis (25/4/2024) pagi, pertemuan antara Departemen Pelayanan GKPS bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Zaitun GKPS, Pendeta GKPS Resort Huta Saing Pdt. Daniel Sumando Purba dengan Kepala UPT KPH II  Sukendra Purba, SP, M.Si digelar. Dalam sambutanya, Sukendra Purba yang didampingi Kepala Seksi Perlindungan Hutan Tigor Siahaan, S.Hut, M.Si dan Polisi Hutan Mayhendra Sipayung, SH dengan senang hati mempersilahkan dan menjamu keluarga besar Departemen Pelayanan GKPS, dan beliau juga sangat senang atas kunjungan ini guna membangun komunikasi yang baik antar lembaga dalam rangka mengupayakan kerja-kerja kebaikan di masyarakat kita.

 

Dalam kunjungan ini, Pdt. Dr. Jenny Purba menyampaikan bahwa GKPS telah menerima surat pengaduan masyarakat Huta Saing terkait adanya aktivitas penebangan harangan huta di desa tersebut. Dalam surat masuk tersebut disampaikan bahwa penebangan harangan huta di Huta Saing ini mengakibatkan hilangnya habitat satwa-satwa di daerah tersebut, dan tentunya hal ini akan berdampak langsung terganggunya aktivitas pertanian, mulai dari penanaman, perawatan hingga pemanenan hasil bumi masyarakat di daerah tersebut. Selain itu warga Huta Saing juga resah akan penebangan hutan ini, karena wilayah penebangan kayu ini dikhawatirkan akan memicu terjadinya longsor di areal tersebut. Berdasarkan surat inilah, maka GKPS melalui Departemen Pelayanan dan LBH Zaitun GKPS datang bersilaturahmi, untuk meminta informasi yang akurat kepada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini UPT. KPH II Pematang Siantar tentang status hutan di Huta Saing tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang tim LBH Zaitu St. Raja Ingat Saragih. Ia menegaskan bahwa maksud kedatangan ini adalah untuk meminta informasi akurat tentang peta wilayah hutan di Simalungun, dan meminta keterangan apakah aktivitas penebangan harangan huta itu sudah berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia atau belum.

Pdt. Daniel Sumando dalam pertemuan ini menyampaikan perkembangan aktivitas penebangan kayu di desa Huta Saing, yang saat ini sudah tidak beraktivitas. Walaupun demikian, warga masih menemukan berbagai peralatan somel kayu di daerah areal penebangan kayu tersebut.

Dalam keterangannya, Sukendra Purba menjelaskan tugas KPH untuk menyelenggarakan pengelolaan hutan, meliputi: Penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang izin, pemanfaatan hutan di wilayah tertentu, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam; Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Hutan Provinsi, Kabupaten/Kota untuk diimplementasikan; Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya; Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya.

Ditambahkan Sukendra Purba bahwa UPT KPH II Pematang Siantar wilayah kerjanya terdiri dari, KPH Unit VI KPHP Simalungun, KPH Unit XII KPHP Simalungun, KPH unit IX KPHP Serdang Bedagai.

Terkait dengan peta hutan, Sukendra menyebut hutan di desa Huta Saing bukanlah termasuk kawasan hutan. Kawasan hutan yang dimaskud adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah, untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap.

“UPT KPH II Pematang Siantar bertanggung jawab kepada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Jadi dengan demikian bukanlah wewenang UPT KPH II Pematang Siantar untuk memberikan izin pemanfaatan hasil hutan kepada masyarakat atau kelompok yang berkeinginan memanfaatkan hasil hutan di desa Huta Saing tersebut,” imbuhnya.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Kepala UPT KPH II Pematang Siantar ini, Departemen Pelayanan dan LBH Zaitun GKPS akhirnya mendapatkan informasi yang akurat terkait peta wilayah hutan di Huta Saing tersebut dan cukup terbantu dalam mengupayakan perjuangan kelestarian lingkungan hidup di desa Huta Saing tersebut.

Dapat dikatakan audiensi berjalan dengan baik, dalam suasana kekeluargaan. Pertemuan terbangun saling melengkapi, saling berbagi informasi, berbagi pengalaman tentang bagaimana mengupayakan keadilan bagi lingkungan.

Diakhir pertemuan, Sukendra Purba menyampaikan terima kasih kepada GKPS dimana telah terjalin kerjasama yang baik selama ini. Beliau juga berharap supaya Departemen Pelayanan GKPS dan LBH Zaitun GKPS tetap dapat menjadi mitra bagi UPT KPH II dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya kepada Pdt. Daniel Sumando Purba, supaya tetap berkoordinasi, saling berbagi informasi kepada pihaknya, khususnya Polisi Hutan yang berpatroli di sekitaran di daerah tersebut.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan dengan Kepala UPT KPH II, Pimpinan Sinode GKPS mengirimkan surat mewakili suara masyarakat Huta Saing yang ditujukan kepada Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (bgs/hks)

 

Pewarta: Pdt. Gunawan Purba (Pelpem GKPS)