PEMATANG SIANTAR. GKPS.OR.ID. Delapan orang teolog dari Evangelical Lutheran Church in America (ELCA) pada Kamis (13/6/2024) siang, berkunjung ke kantor Sinode GKPS dalam rangka mengadakan study trip.
Ditemani Pdt. Maeda Situmorang, Trivan Pasaribu, dan Evaena Sumbayak dari Komite Nasional Lutheran World Federation (KN-LWF), kedelapan teolog ELCA yang berkunjung ke kantor Sinode GKPS yakni:
- Pdt. Dr. Franklin Ishida (Sekretaris Jenderal ELCA di Asia Pasific)
- Pdt. Dr. Moses Penumaka (Profesor di Pasific Lutheran Theological Seminary)
- Dr. Jennifer Wojciechowski (Profesor Sejarah Kristen di Luther Seminary)
- Pdt. Dr. Kathryn Schifferdecker (Profesor Perjanjian Lama di Luther Seminary)
- Kevin Lee Jacobson (Direktur Global Service ELCA)
- Dr. Man Hei Yip (Profesor di Wartburg Seminary)
- Dr. Chenar Howard (Direktur International Student di Luther Seminary)
- Pdt. Dr. Charles William Peterson (Pendeta Jemaat ELCA di Debucke, Iowa)
Pimpinan Sinode GKPS (Ephorus dan Sekretaris Jenderal) bersama dengan Kepala Departemen dan Kepala Biro GKPS menyambut kedatangan rombongan ELCA di Balei Harungguan Kantor Sinode GKPS, Jl. Pdt. J. Wismar Saragih 23 Pematang Siantar.
Dalam diskusi, Ephorus GKPS Pdt. Dr. Deddy Fajar Purba memberikan informasi terkait perkembangan GKPS kini. Diterangkan Ephorus, GKPS hingga saat ini telah tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, antara lain Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, dengan jumlah 650 jemaat. Namun Ephorus juga menyampaikan kesulitan yang dihadapi GKPS, khususnya terkait jumlah perbandingan antara Pendeta dan jemaat, dimana satu orang Pendeta di GKPS rata-rata melayani beberapa jemaat.
Kesulitan lainnya yang dihadapi GKPS menurut Ephorus adalah dalam hal memperkuat pemahaman teologi lutheran. Karenanya Ephorus GKPS menawarkan kepada ELCA agar mengundang Pendeta GKPS untuk memperdalam teologi lutheran di Amerika Serikat, yang nantinya juga dibutuhkan dalam pelayanan kepada jemaat-jemaat GKPS.
Pdt. Franklin Ishida menanggapi dengan mengatakan bahwa teologi lutheran memiliki pesan yang baik untuk disampaikan. Bagaimana gereja, termasuk GKPS, bisa tetap eksis di tengah-tengah situasi kondisi Indonesia sekarang ini?
Kemudian, Pdt. Moses Penumeka menambahkan tentang peluang yang bisa dibangun antara GKPS dan ELCA untuk bekerja sama. Ia menceritakan bahwa ia tumbuh dan berkembang di dalam latar belakang lutheran dan agama Hindu di India. Lalu ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Mengapa saya menjadi orang Kristen dan tidak menjadi pengikut agama Hindu?” Maka, ia mengajak untuk belajar dari latar belakang, identitas, iman, dan denominasi yang lain, agar dapat memperdalam eksistensi warga jemaat sebagai orang Kristen.
Lalu, Dr. Jennifer juga menyampaikan persoalan yang dihadapi gereja-gereja di Amerika Serikat salah satunya minat warga untuk datang belajar teologi ke sekolah teologi. Selain itu mereka juga sedang berproses untuk mempersiapkan pemimpin dari kalangan jemaat lokal (kaum awam). Konsekuensinya dari hal ini adalah bahwa pemimpin mereka tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang teologi lutheran.
Dilanjutkan oleh Dr. Man Hei Yip, yang mengatakan bahwa global lutheran sebenarnya berbicara tentang proses dan dialog antara Injil dan teologi lutheran pasca kolonial. Maka, bagaimana GKPS berbicara tentang teologi kontekstualnya?
Belajar dari pengalaman di kampus tempat ia mengajar, yang tidak didominasi oleh satu denominasi, Dr. Man Hei Yip menawarkan agar GKPS bekerja sama untuk membuat Injil menjadi berarti bagi banyak orang serta membawa keselamatan. Sebab teologi lutheran tidak mendoktrin, teologi lutheran itu tidak statis, melainkan semakin berkembang. Dan menurut Dr. Man Hei Yip, hal itulah yang membuat semua mahasiswanya bebas untuk menyuarakan pemikirannya.
Di bagian akhir, Pdt. Charles Peterson juga menekankan agar menjadi Kristen adalah bagaimana menjadi seorang murid. Yesus memanggil kita untuk menjadi garam di tengah-tengah dunia.
Setelah sesi diskusi, Pimpinan Sinode menjamu kedelapan teolog ELCA dengan makan siang bersama. (bgs/hks)
Pewarta: Pdt. Immanuel C. Sitio, M.Th (Kabid. Oikoumene)