
Pimpinan Sinode GKPS berfoto bersama dengan peserta Workshop Code Of Conduct Sexual Abuse/Misconduct, pada Kamis, 27 Juni 2024. (Foto: hks/bgs)
PEMATANG SIANTAR. GKPS.OR.ID. Pimpinan Sinode GKPS (Ephorus) Pdt. Dr. Deddy Fajar Purba pada Kamis (27/6/2024) pagi, membuka kegiatan Workshop Code Of Conduct Sexual Abuse/Misconduct yang diadakan Departemen Pelayanan GKPS bersama dengan JPIC UEM di Hotel Sapadia Parapat, Simalungun, Sumatera Utara.
Mengutip Yesaya 32: 39-40, Ephorus GKPS menyampaikan realita relasi diantara sesama manusia yang cenderung memaksakan pikirannya dan tak jarang berujung pada tindakan kekerasan terhadap sesamanya.
Menanggapi realita tersebut Pdt. Dr. Deddy Fajar Purba menekankan pentingnya umat Tuhan untuk terus berpengharapan dan mencari tahu selera dan kemauan Tuhan dalam kehidupan manusia.
Ephorus GKPS ini pun mengajak agar seluruh peserta memakai hikmat dan pengetahuan serta kemampuan yang dimiliki menjadi berkat sebagaimana Tuhan inginkan.
Setelah dibuka resmi oleh Pimpinan Sinode GKPS, Kepala Departemen Pelayanan GKPS Pdt. Dr. Jenny Purba berkesempatan menyampaikan orientasi workshop yang berlangsung hingga Sabtu ini.
“Selama tiga hari ini kita akan menggumuli bersama materi-materi yang akan disampaikan para narasumber. Workshop ini penting bagi GKPS, bukan karena GKPS sinode gereja di Sumatera Utara yang pertama kali melakukan kegiatan COC ini, namun pertemuan ini menjadi langkah awal membantu tim kerja merumuskan COC Seksual di GKPS,” terang Pdt. Jenny Purba.
Narasumber pertama dalam workshop adalah Veryanto Sitohang yang merupakan salah satu Komisioner Komisi Nasional Perempuan. Dengan dimoderatori Pdt. Hotmaida Malau, MA, Veryanto membawa materi “Mengenali, Mencegah dan Menangani Kekerasan Seksual”.
Veryanto menampilkan data tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, khususnya dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini. Menurut Veryanto tingginya angka kekerasan seksual didapat dari lembaga layanan, dan ini menunjukkan tren bahwa para korban berani bersuara atas apa yang dialaminya dan sebagai bukti bahwa para korban percaya kepada lembaga layanan yang ada.
Ditambahkan Veryanto, ada banyak dampak yang dirasakan para korban kekerasan seksual, tidak hanya psikis namun juga namun juga ekonomi, bahkan korbannya lintas generasi.
Dalam kesempatan ini, Veryanto juga mendorong agar para peserta yang nantinya berperan sebagai pendamping tidak ragu menerapkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terhadap pelaporan korban kekerasan seksual.
“Sejak disahkannya UU TPKS pada 2022 yang lalu, Kapolri langsung mengirimkan surat telegram ke seluruh institusi Polri agar menerapkan UU Perlindungan anak dan UU TPKS dalam aduan korban kekerasan seksual,” terang pria yang lahir di Sidikalang ini.
Diakhir pemaparan materinya, Veryanto mengajak agar melalui para peserta, GKPS terus mensosialisasikan UU TPKS ke warga jemaatnya.
Materi kedua dalam workshop ini adalah “Advokasi dan Pemberdayaan Korban Pelecehan Seksual” yang dibawakan Saur Tumiur Situmorang. Dimoderatori Pdt. Julinda Sipayung, M.Si, Saur Situmorang kembali mengangkat hal-hal penting dari UU TPKS.
Alumni FH Universitas 17 Agustus 1945 ini pun mengajak agar para peserta dalam mendampingi pada korban harus memiliki sudut pandang korban dan bukan pelaku.
Kebenaran apakah pelaku bersalah atau tidak, bukan ranahnya pendamping melainkan wilayahnya pengadilan hingga keputusan hukumnya inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Ditambahkan perempuan kelahiran Medan ini, langkah yang harus dikerjakan peserta sebelum melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual adalah mengenali terlebih dahulu apa itu kekerasan berbasis gender, kekerasan seksual terhadap perempuan sebagaimana termaktub dalam UU TPKS, baru kemudian mengadvokasi baik litigasi maupun non litigasi.
Hal yang harus diingat oleh para peserta sebagai pendamping adalah mengedepankan kepentingan korban, dan tidak diperkenankan mempertemukan korban kepada pelaku kecuali atas permintaan korban itu sendiri.
Saur Situmorang juga menyampaikan fakta penting dari data yang disampaikan Komnas Perempuan setiap harinya ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, dan parahnya, 80 persen tempat kejadian terjadi di rumah.
Dari jadwal yang telah diatur Departemen Pelayanan GKPS, para peserta yang merupakan leader dari bidang-bidang dan unit-unit pelayanan GKPS ini akan mengikuti workhsop dihari pertama hingga pukul 9 malam. (bgs/hks)
Pewarta: Pdt. Bima Gustav Saragih