Renungan Mingguan/PA Namaposo GKPS, 14 Juli 2024 (7 Set. Trinitatis)

Nas:  Mazmur 49:6-13

Usul Doding: Hal. No. 306:1-2

Tema: Kebahagiaan yang Sia-sia

Tujuan: Agar Namaposo Memahami Kebahagiaan yang Dikehendaki Tuhan

 

Temukanlah Kebahagiaan Sejati dalam Tuhan

Tim Penulis

 

Shaloom, Horas, dan Salam damai sejahtera! Saudara yang terkasih dalam Kristus Yesus, Kebahagiaan adalah sesuatu yang dicari oleh setiap orang. Setiap orang ingin hidup bahagia. Namun, tidak semua orang tahu apa itu kebahagiaan sejati. Ada banyak orang yang mengejar kebahagiaan dengan hal-hal yang tidak penting. Mereka mengejar kebahagiaan dengan kekayaan, kesenangan, dan kekuasaan. Namun, kebahagiaan yang mereka peroleh hanyalah kebahagiaan yang sia-sia. Apa itu kebahagiaan yang sia-sia? Kebahagiaan yang sia-sia adalah kebahagiaan yang tidak bertahan lama. Kebahagiaan ini hanya bersifat sementara dan tidak dapat memberikan kepuasan yang sejati. Ada banyak contoh kebahagiaan yang sia-sia, misalnya, seseorang yang mengejar kebahagiaan dengan kekayaan, pesta pora, bersenang-senang, dan mengejar apa yang dia inginkan. Orang tersebut mungkin merasa bahagia ketika mendapatkan banyak uang dan mendapatkan apa yang diinginkan namun, kebahagiaan itu hanya bersifat sementara. Ketika uangnya habis, kebahagiaannya pun akan hilang. Contoh lain adalah seseorang yang mengejar kebahagiaan dengan kesenangan, orang tersebut mungkin merasa bahagia ketika bersenang-senang. Namun, kebahagiaan itu hanya bersifat sementara. Ketika kesenangan itu berakhir, kebahagiaannya pun akan hilang.

Saudara yang terkasih, Mazmur ini berdasar pada pengalaman seorang yang benar yang dikejar oleh orang-orang kaya yang sombong sehingga ia terancam maut dan sangat ketakutan. Namun, Tuhan menyelamatkan hamba-Nya itu.  Pemazmur menggumuli persoalan yang timbul pada saat orang sombong makin berkuasa dan makin berada, sedangkan orang-orang yang percaya akan Tuhan selamatkan dan mendapatkan pertolongan dari Tuhan. Dalam Mazmur ini tidak menantikan bahwa tiap orang jahat akan dihukum di depan mata orang yang ditindasnya. Ia menyadari bahwa di dalam maut, orang fasik tidak melebihi binatang yang dibawa ke pembantaian, sedangkan orang yang menantikan Tuhan akan mengalami kasih setia-Nya.  Renungan kita dari Mazmur 49:6-13 hari ini merupakan bagian dari Mazmur 49, yang merupakan sebuah mazmur hikmat yang ditulis oleh Daud. Mazmur ini berisi refleksi tentang kesia-siaan kehidupan duniawi dan pentingnya mengandalkan Tuhan. Pemazmur tidak mengubah mazmur ini sebagai mazmur syukur melainkan pengajaran/hikmat. Tujuannya adalah mengajarkan pembacanya agar jangan mengandalkan harta atau kuasa untuk keselamatan diri. Pemazmur mulai dengan ajakan kepada semua orang untuk belajar hikmat melalui pengalaman hidupnya. Lalu ia meneruskannya dengan membicarakan betapa sia-sianya rasa takut terhadap orang-orang jahat (ay. 6-13). Mereka ini merasa percaya diri karena kekayaan dan kekuasaan mereka. Padahal kekayaan dan kesombongan tidak dapat menjamin hidup mereka dan tidak dapat melepaskan mereka dari hukuman Tuhan. Tuhan pasti membalaskan kejahatan mereka setimpal dengan apa yang mereka perbuat. Orang yang mengandalkan diri sendiri pasti akan hancur, sebaliknya orang yang mengandalkan Tuhan pasti selamat. Pemazmur juga menjelaskan bahwa kekayaan adalah sesuatu yang fana. Harta tidak dapat membeli kehidupan, dan saat mati, harta harus ditinggal. Orang yang hidupnya mengandalkan harta, menurut pemazmur adalah orang yang tidak berpengertian. Ia tidak lebih dari seekor binatang yang akan dibinasakan.

Pemazmur pernah merasa takut pada hari buruk ketika ia tidak berdaya melawan para pengejar yang mengelilinginya dengan maksud jahat dan ia tidak dapat meloloskan diri dari ancaman. Pengejar pengejar itu adalah orang yang hidupnya dalam pengandalan akan kuasa dan oleh kebanggaan atas kekayaan mereka. Sebagai harta (semula dalam arti uang yang memungkinkan seseorang memiliki senjata, dan kemudian dalam arti harta kekayaan). Orang yang memercayakan diri pada kuasa kekayaan pastilah akan jatuh. Orang yang hidupnya makmur ini pun terancam seperti orang miskin, dan ia pun tidak dapat membebaskan diri atau saudaranya. Jika seorang dapat dan wajib membayar uang tebusan untuk membebaskan saudaranya yang memperhambakan diri karena utang-piutangnya yang tak terbayar (atau karena diculik), namun tak seorang pun yang tidak dapat dilepaskan dari kuasa maut. Menurut peraturan hukum, orang yang patut dihukum mati dapat dibebaskan dari hukuman itu dengan membayar uang tebusan atau uang perdamaian (bd. Bil 35:31-32, dan Ams. 6.35). Terhadap ajal yang ditentukan Allah tidak ada pembebasan. Tuhan tidak menerima uang dan harga yang ditetapkan-Nya melampaui batas kemampuan orang kaya mana pun juga sehingga yang makmur disamakan dengan yang miskin. Hidup yang tidak berakhir yang tidak dibatasi oleh ajal atau kubur itu tidak terbeli

Dalam konteks dahulu tentang tuan dan hamba, identik akan penindasan kepada budak maka Allah sang Penebus memberikan pemahaman kepada umat-Nya bahwa budak harus ditebus dan dimerdekakan. Karena itu seseorang harus membayarnya. Segala kekayaan tidak mungkin dapat menebus kita dari cengkeraman maut dan Iblis! Bila perhatian kita terpusat pada soal harta, sekaranglah saatnya mencari Tuhan untuk memberikan arti hidup sejati.  Antara harta dan martabat. Kebenaran tentang martabat manusia akan dicemooh oleh masyarakat umum sebab mereka sangat mengagungkan harta. Semakin banyak harta, semakin terhormat orang tersebut. Konsep ini sudah ditanamkan ke dalam pikiran manusia sejak kecil. Bagaimana seharusnya penilaian pemuda Kristen terhadap harta? Memang Pemazmur tidak mengajarkan Kristen untuk anti harta. Ia juga tidak mengajarkan bahwa harta membuat martabat manusia serendah binatang. Pemazmur dengan tegas menyatakan bahwa jika manusia hanya mempunyai harta namun tidak mempunyai pengertian, martabatnya akan serendah binatang. Apakah ini berarti bahwa pengertianlah yang membuat martabat manusia tinggi? Tentunya Ya!

Maka renungan ini dapat dipahami sebagai peringatan bagi kita agar tidak mengandalkan kekayaan duniawi sebagai sumber kebahagiaan dan keselamatan. Kekayaan duniawi tidak dapat menyelamatkan kita dari kematian, dan pada akhirnya, semua kekayaan duniawi akan hilang. Sebaliknya, kita harus mengandalkan Tuhan dan hikmat-Nya. Dengan mengandalkan Tuhan, kita dapat menemukan kebahagiaan sejati dan keselamatan yang kekal. Siapakah yang benar-benar berhikmat dan berpengertian? Mereka adalah orang-orang yang tidak menggantungkan apalagi memegahkan hidupnya pada harta benda atau kekayaannya. Kekayaan memang memberikan berbagai kemudahan, tetapi apabila disalahperlakukan dapat menjadi penyebab kegelisahan. Berulangkali disebutkan bahwa harta, kemegahan, dan kemasyhuran tidak menjamin keselamatan pemiliknya. Harta kekayaan duniawi tidak dapat menebus perbudakan dan akibat dosa. Juga tidak merupakan modal kita ke surga.

Saudara yang terkasih dalam Kristus Yesus, apa yang dimaksud dengan pengertian? Apakah kepandaian akademis? Tidak! Setiap manusia tidak dapat melawan satu fase dalam kehidupannya yaitu kematian. Berapa pun harta yang dimiliki, fase ini tidak dapat dihindari ataupun ditunda ketika saatnya tiba. Lalu apa yang membedakan manusia dengan binatang? Yaitu dilihat dari hubungan dengan Allah. Hubungan ini yang membuat kematian bukan akhir dari kehidupannya. Inilah pengertian itu yaitu manusia yang melepaskan Allah dan mengikatkan diri kepada harta bukanlah manusia iman sejati. Karena itulah Kristen tidak seharusnya menaruh hormat berlebihan kepada orang kaya. Realitanya, kita sering “diperbudak” oleh harta. Kita menganggap orang kaya lebih tinggi daripada orang miskin, lebih berkuasa untuk mengatur orang lain dengan uangnya. Kita merasa tak berdaya, takut dan malah berjuang untuk menjadi orang kaya. Tenaga dan pikiran kita korbankan untuk hal yang sia-sia. Maka andalkanlah Tuhan, dan bekerjalah, kumpulkan harta bukan untuk jaminan hidup melainkan untuk dipersembahkan kepada Tuhan bagi pelayanan kepada sesama. Banyak orang beranggapan bahwa kebahagiaan diperoleh ketika seseorang kaya raya atau punya kedudukan tinggi. Namun tidaklah demikian pemazmur mengungkapkan pemahamannya tentang kehidupan. Pertama, status semua orang itu sederajat di hadapan Tuhan. Orang yang hina, yang mulia, yang kaya, yang miskin, semuanya dipanggil untuk memperhatikan pesan dari firman Tuhan. Kedua, semua orang tidak dapat menyelamatkan diri mereka sendiri dengan harta atau pun kekuatannya sendiri, Tidak ada seorang pun dapat membebaskan dirinya atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya, karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya dan tidak memadai untuk selama-lamanya”. Ketiga, semua orang pada akhirnya akan mengalami kematian. Karena itulah, kekayaan sebesar apapun tidak dapat menghindarkan seseorang dari kematian.

Lewat renungan ini, terkhususnya kepada kita pemuda Kristen jika ingin bahagia marilah dapatkan kebahagian sejati di dalam Tuhan bukan karena harta duniawi, memang benar harta itu penting namun jangan sampai tolak ukur kita hidup, bergaul, berkomunikasi, dan menjalin hubungan dengan orang lain berlandaskan harta dan uang. Memang, dalam hidup ini butuh uang atau dapat dikatakan bahwa “Segalanya butuh uang tapi uang bukanlah segala-galanya” karena uang dan harta kekayaan tidak dapat berdampak banyak bagi hidup kita, lalu apa yang dapat membuat kita berbahagia? Pertanyaannya adalah, sudahkah kita mengenal dan mengalami keselamatan yang terdapat di dalam Tuhan Yesus, Juruselamat dunia? Carilah kebahagiaan hidupmu bukan pada kekayaan materi atau kedudukan tinggi, melainkan di dalam Dia yang menyelamatkanmu jiwamu. Sesungguhnya, kebahagiaan sejati hanya ada di dalam Dia karena kebahagiaan sejati adalah pemberian Allah kepada kita yang memiliki sikap hidup yang benar, yang tidak mengikatkan diri pada harta duniawi melainkan pada harta surgawi.

Blaise Pascal, seorang ilmuwan Kristen pernah mengatakan bahwa “pada dasarnya setiap orang mencari kebahagiaan. Dan itulah yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu”. Inilah terkadang yang melatarbelakangi kita, kaum pemuda, dan semua orang untuk melakukan kehendaknya sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan yang fana dan berpusat pada dirinya sendiri dengan mengejar harta duniawi.  Kita larut dalam pola pikir dunia. Kita mengira kebahagiaan itu terwujud dalam kasur yang empuk, rumah yang besar, gaji yang banyak, pacar yang cantik dan tampan, mobil yang bagus, tempat sekolah yang jauh, dan bisa kemana saja. Benar, ini penting dalam kehidupan kita namun ini hanyalah kepentingan sejenak karena ini tidak dapat bertahan lama, maka renungan ini mengingatkan kita dalam masa muda kita yang perlu ditegaskan kepada kita bahwa “kita akan memperoleh kebahagiaan yang sejati, dan berlangsung selama-lamanya, jika kita menjadikan Allah sebagai harta satu-satunya.” Marilah kita periksa hidup kita. Apakah Tuhan telah menjadi harta satu-satunya di dalam hidup kita? Apakah kita mengejar relasi dengan Tuhan lebih dibanding yang lainnya? Seringkali kita mengalami kecemasan karena kita salah menyandarkan kebahagiaan kita. Kita terlalu sibuk mengejar hal-hal yang fana, sementara kita mengabaikan hal yang terpenting, yaitu relasi dengan Tuhan. Maka mulailah bangun relasi yang kudus dengan Tuhan maka engkau mendapatkan kebahagiaan sejati bukan kebahagian yang sia-sia, Selamat berproses! Amin.