PEMATANG SIANTAR. GKPS.OR.ID. Senin (19/8/2024) malam GKPS Marguru memasuki sesi yang ke-8 (delapan). Pada sesi ini Pdt. Prof. Dr. Joas Adiprasetya diundang sebagai narasumber untuk membawakan materi “Teologi Persahabatan: Kontruksi Teoritis dan Praktis Gereja yang Menyahabati Dunia”.
Di sesi sebelumnya peserta GKPS Marguru mencapai 123 orang, namun pada sesi kedelapan ini, Litbang GKPS memberi kesempatan kepada Pendeta dan Penginjil GKPS sebagai peserta.
Materi yang dibawakan Prof. Joas merupakan hasil risetnya dengan tujuan mengajak setiap warga gereja untuk melihat kembali wajah gereja saat ini dan gereja yang diimpikan di masa yang akan datang.
Pada paparannya, Pendeta GKI Pondok Indah ini menjelaskan bahwa konsep persahabatan ada di dalam Alkitab, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Di Perjanjian Lama, “persahabatan” merupakan sebuah perjanjian (covenant) antar manusia berdasar perjanjian dengan Allah. Sementara itu dalam Perjanjian Baru, “persahabatan” merupakan suatu relasi yang didasarkan dalam persekutuan Allah Trinitas sebagai Allah Persahabatan.
Lebih lanjut dosen mata kuliah Teologi Konstruktif dan Teologi Agama-agama di STFT Jakarta ini mengajak agar sebagai pemimpin, warga gereja harus masuk sampai ke level “imajinasi”. “Level pemimpin bukan hanya di tingkat refleksi, penyelesaian masalah, dan kreativitas, namun juga sampai ke imajinasi. Hal seperti ini mengarahkan kita untuk memikirkan gereja semacam apa yang kita impikan, idamkan di kemudian hari, yang bukan hanya menyangkut teori, namun juga pada level imajinasi, sebab melalui imajinasi maka kita mulai dirancang sebuah teori untuk diimplementasikan dan akhirnya menjadi habituasi”, terang Prof. Joas.
Prof. Joas menyebutkan ada tiga modus gereja sebagai gereja yang bersahabat, yaitu: gereja sebagai persahabatan dengan Kristus, kemudian gereja sebagai persekutuan terbuka bagi orang asing, dan yang terakhir gereja sebagai orang percaya di dalam dunia yang penuh “orang asing”. Di tengah tiga modus ini maka gereja perlu menjadi sahabat bagi semua orang. Hal ini sudah dilakukan oleh Yesus yang datang dan mengatakan bahwa kita bukan lagi hamba melainkan sahabat. Inilah wajah baru gereja yang ditawarkan Prof. Joas kepada para peserta GKPS Marguru.
Sebelum mengakhiri paparannya, Pdt. Joas mengajukan pertanyaan kepada peserta apakah GKPS telah menjadi Gereja Persahabatan? Apa yang harus dievaluasi dan dikritik? Apa yang harus diciptakan dan dikembangkan? Apakah persahabatan selaras dengan kultur Simalungun?
Peserta sangat antusias mendengar paparan Pdt. Joas. Seakan tak ingin usai, para peserta mengajukan berbagai pertanyaan terhadap materi yang telah disampaikan Pdt. Joas, dua diantaranya tentang bagaimana relasi aturan Tata Gereja dengan Teologi Persahabatan serta sejauh mana batasan-batasan persahabatan dengan orang asing?
Materi teologi persahabat pada akhirnya mengajak seluruh warganya untuk “menantang” kembali gereja dalam merekonstruksi wajahnya terlebih dalam hal Tata Gereja. Apakah sudah bersahabat atau belum?
Mengakhiri sesi kedelapan ini, Pdt. Joas Adiprasetya mengatakan bahwa persahabatan dari Allah itu bisa sangat radikal hingga menembus ke neraka. Meskipun demikian, ia pun mengatakan bahwa ada kerapuhan di dalam persahabatan, gereja itu tidak sempurna bahkan Yesus juga merapuhkan diri, berinisiatif menjadi sahabat bagi kita yang rapuh. Tetapi warga gereja diminta untuk melihat bahwa persahabatan yang sejati haruslah berpusat kepada Injil, sehingga kerapuhan di dalam persahabatan itu selalu dinaungi oleh terang kasih dari Yesus Kristus. (bgs/hks)
Pewarta: Pdt. Fran W. Purba