GKPS Marguru Sesi ke-11 yang telah berlangsung pada Senin (23/9/2024) malam, diikuti kurang lebih 100 orang peserta. (Foto: Litbang GKPS)

PEMATANG SIANTAR. GKPS.OR.ID. Litbang GKPS pada Senin (23/9/2024) malam kembali mengadakan kegiatan GKPS Marguru yang dihadiri kurang lebih 100 orang peserta. Kegiatan yang berlangsung lewat zoom meeting ini telah memasuki sesi yang ke-11.

Pada sesi ini Kepala Litbang GKPS Pdt. Posma Purba, S.Th dipercaya untuk menyampaikan materi dengan topik “Menuju Gereja Siboan Pasu-Pasu janah na Sari di Era Digitalisasi: Tantangan atau Peluang bagi GKPS”.

Materi di sesi ke-11 ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana era digital telah mengubah peradaban masyarakat dunia. Tak dipungkiri perkembangan teknologi cukup membawa hal positif dalam kehidupan manusia di muka bumi ini -termasuk didalamnya gereja-, sebab perkembangan teknologi sejalan dengan efisiensi dan efektifitas kerja.

Pdt. Posma menyampaikan bahwa di era digitalisasi yang tak bisa dihindari ini, gereja perlu tetap membawa berkat. Apalagi setiap individu manusia saat ini sudah akrab dengan istilah digitalisasi dan manusia tidak terlepas dari perangkatnya.

Pernyataan Pdt. Posma di atas beranjak dari apa yang telah diprediksi Alvin Toffler dalam bukunya “The Third Wave” yang memberikan deskripsi bahwa ada tiga gelombang peradaban manusia di muka bumi ini, yakni: Gelombang I (tahun 800-1700-an) yang disebut sebagai masyarakat agraris, Gelombang II (dekade 1700-1970-an) yang disebut masyarakat industri, dan Gelombang III (dekade 1970>2000-an) yang disebutnya sebagai masyarakat informasi.

Pdt. Posma Purba menerangkan kepada para peserta bahwa saat ini dunia sudah memasuki masyarakat informasi, dan siapa yang mampu menguasai informasi maka mampu menguasai ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Untuk itu Pdt. Posma menyarankan gereja harus aktif memperhatikan perubahan yang terjadi di masyarakat dan terbuka dengan hal tersebut, karena secara sadar atau tidak, setiap individu manusia saat ini sudah terintegrasi dengan digitalisasi.

Disambung Pdt. Posma Purba, satu hal yang membuat gereja gamang di era digitalisasi ini adalah gereja masih belum menemukan “jalan tengah” ketengangan yang terjadi di warga gereja tentang pemanfaatan digitalisasi dalam menjalankan tritugas panggilan gereja, dan menurut Pdt. Posma hal ini dikarenakan warga gereja terdiri dari beragam generasi sehingga terjadilah perbedaan pendapat dan gap yang besar antar generasi. Walaupun demikian Pdt. Posma Purba menawarkan agar gereja khususnya GKPS tidak alergi dengan era digitalisasi dengan terus membuka diri menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang positif dari era ini.

Pendeta yang pernah melayani sebagai Pendeta GKPS Resort Siantar I ini pun memberikan contoh kepada para peserta terkait pemanfaatan digitalisasi di masa pandemi Covid-19, dimana pada masa itu gereja didorong untuk “menggeser” makna baru persekutuan ditengah-tengah orang percaya, dari persekutuan yang offline kepersekutuan yang online, dan meredesain pelaksanaan ibadah-ibadah di masa tersebut.

Di era digitalisasi ini Pdt. Posma Purba juga menghantarkan ingatan para peserta pada semboyan reformasi, yakni Ecclesia Reformata Semper Reformanda Secundum Verbum Dei (baca: Gereja Reformasi yang terus membaharui diri sesuai dengan Firman Tuhan). Semboyan tersebut yang harus dipegang teguh oleh gereja-gereja khususnya GKPS dalam melihat, bergerak, mencari titik temu di era digitalisasi, sehingga visi GKPS menuju 2030 yaitu menjadi Gereja pembawa berkat dan kepedulian bisa tercapai.

Menurut Pdt. Posma Purba, keinginan GKPS membarui dirinya di era digitalisasi mulai terlihat dengan lahirnya berbagai channel YouTube di lingkup Jemaat, Resort bahkan Sinode GKPS seperti GKPS Channel, GKPS TV, dan lain sebagainya.

Sebelum mengakhiri presentasinya, Pendeta yang pernah melayani GKPS Resort Dolog Huluan ini pun menawarkan empat hal yang menjadi peluang GKPS di era digitalisasi, yakni:

  1. GKPS perlu “hadir di internet” untuk menjaga keseimbangan sehingga GKPS menggarami dan menerangi dunia digital dengan konten-konten yang positif.
  2. GKPS memasukkan strategi digital ke dalam semua tingkat pelayanan seperti seri khotbah, ibadah-ibadah, kesaksian, dan pesta-pesta yang dilangsungkan harus disusun dan dirancang dengan baik.
  3. GKPS mendorong warga jemaat untuk memanfaatkan fasilitas digital dalam rangka memperkenalkan pelayanan masing-masing dan sebagai tambahannya mendapatkan keuntungan finansial.
  4. Melakukan gerakan saling mensupport melalui subscribe dan like disemua channel GKPS.

Setelah pemaparan materi, Pdt. Dr. Parulihan Sipayung yang bertindak sebagai moderator pada sesi ke-11 ini memberi waktu bagi para untuk menyampaikan gagasan ataupun masukan-masukan yang positif terkait topik pembahasan.

Salah seorang Sintua GKPS yang hadir sebagai peserta GKPS Marguru melihat bahwa Gereja-gereja Protestan khususnya GKPS belum maksimal memanfaatkan peluang positif di era digital ini. Salah satunya adalah tentang pemanfaatan media sosial sebagai alat untuk pengajaran bagi warga gereja. Ia pun memberikan masukan agar gereja khususnya GKPS memproduksi konten-konten pengajaran ke Kristenan.

Senada dengan yang disampaikan Sintua tersebut, peserta lainnya juga menyarankan agar GKPS perlu membuat satu regulasi menyikapi era digitalisasi ini serta memperlengkapi sumber daya manusianya, baik dari segi kemampuan hingga perlengkapan yang digunakan.

Antusias peserta untuk “mereformasi” GKPS di era digital pada sesi ke-11 ini cukup terlihat. Sehubung waktu pertemuan yang hanya dua jam, Litbang GKPS menyarankan peserta untuk menyampaikan pertanyaan ataupun gagasannya dalam kolom chat yang disediakan.

Melalui pertanyaan dan gagasan yang disampaikan peserta pada sesi ke-11 GKPS Marguru, tim Litbang GKPS menyimpulkan era digitaliasi merupakan peluang besar bagi gereja-gereja khususnya GKPS untuk mempersiapkan dirinya sebagai Gereja Siboan Pasu-pasu janah Sari. (bgs/hks)

Pewarta: Pdt. Fran Purba, S.Si. Teol (Litbang GKPS)