
Silhouette of a man at the Cross
Renungan Mingguan Namaposo GKPS, Minggu 13 Oktober 2024 (20 Setelah Trinitatis)
Nas : Markus 10:43-45
Usul Doding : Hal. No. 248: 1, 5, 6 “Huhaholongi Ham, Gogohku”
Tema : Anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani
Tujuan : Agar Namaposo mengerti kepemimpinan yang melayani dari Tuhan Yesus
Kepemimpinan yang Melayani
(Tim Penulis)
Saudara-saudari sekalian, pernahkan kita berpikir, apa artinya menjadi “hebat” di jaman sekarang? Apakah itu berarti memiliki banyak pengikut di media sosial, karir cemerlang, memiliki kekayaan yang melimpah, atau menjadi pusat perhatian di setiap acara? Di dunia yang penuh dengan kompetisi ini, banyak dari kita ingin dikenal dan diakui. Tetapi Yesus memberikan definisi yang sangat berbeda tentang arti kepemimpinan dan kehebatan, dan mungkin akan mengejutkan kita.
Dalam Markus 10:43-45, nas renungan kita minggu ini, Yesus berbicara tentang konsep kepemimpinan yang bertolak belakang dengan apa yang biasa kita lihat di dunia. Dunia sering kali menggambarkan pemimpin sebagai orang yang memiliki kekuasaan, ketenaran, dan pengaruh besar. Yesus berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Ketika dunia mengajarkan kita untuk berusaha menjadi nomor satu, Yesus justru mengajarkan bahwa kehebatan terletak pada melayani.
Yesus menyampaikan pesan ini saat murid-murid-Nya, Yakobus dan Yohanes, meminta posisi penting di kerajaan-Nya. Mereka ingin dihormati dan memiliki posisi kekuasaan. Tetapi Yesus dengan jelas menyatakan bahwa dalam Kerajaan Allah, logika kekuasaan dunia tidak berlaku. Kepemimpinan adalah tentang kerendahan hati dan pengorbanan.
Jika kita melihat tokoh-tokoh pemimpin dunia yang sukses, banyak dari mereka yang sering menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak mereka. Salah satunya adalah kasus yang sedang viral sekarang, kasus seorang figur publik berinisial PDD (P Diddy) yang seharusnya menjadi panutan, tetapi justru tersandung masalah besar. Ini adalah salah satu contoh nyata bagaimana kekuasaan tanpa moralitas bisa merusak. Pemimpin yang sejati bukan diukur dari jumlah pengikut atau kekayaan, tetapi dari bagaimana ia melayani dengan rendah hati.
Yesus menunjukkan cara yang berbeda. Dia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Ini bukan sekedar kata-kata, tetapi Yesus menunjukkan teladan hidup ini secara nyata—bahkan sampai memberikan nyawa-Nya bagi kita. Ini adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan budaya kita sekarang. Ketika banyak orang ingin mendominasi, memimpin dengan otoritas, atau mencari keuntungan pribadi, Yesus menantang kita untuk berpikir ulang: Apakah kita mau menjadi pemimpin dengan hati seorang pelayan?
Yesus meminta kita untuk memberikan pelayanan yang tulus, bukan sekedar formalitas belaka. Kita sering kali terjebak dalam kebiasaan melayani hanya untuk mendapatkan pujian atau terlihat baik di mata orang lain. Namun, Yesus mengajarkan tentang pelayanan yang tulus, yang lahir dari kasih kepada orang lain. Dia tidak meminta kita melayani hanya saat itu menguntungkan, tetapi untuk melayani kapanpun dan dimanapun, bahkan ketika itu tidak mudah atau tidak menyenangkan.
Bagi pemuda, ini bisa terasa sulit di tengah budaya yang mendorong kita untuk fokus pada diri sendiri: pencapaian pribadi, kebebasan, dan kepuasan. Kita sering mendengar, “Jadilah dirimu sendiri!” atau “Lakukanlah apa yang membuatmu bahagia!” Tetapi Yesus berkata bahwa panggilan kita adalah lebih dari sekedar mengejar kebahagiaan pribadi. Kita dipanggil untuk meyani orang lain, bahkan ketika itu tidak nyaman atau tidak populer.
Markus 10:45 menutup bagian ini dengan sebuah pernyataan yang sangat teologis dan mendalam: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Di sini kita melihat inti dari misi Yesus: Dia datang untuk melayani, bahkan sampai mati di kayu salib.
Yesus adalah Tuhan yang sempurna, yang memiliki segala otoritas di surga dan di bumi. Namun, Dia rela turun dari surga, meninggalkan kemuliaan-Nya, untuk datang ke dunia dan melayani kita. Dia tidak menggunakan kekuasaan-Nya untuk mendominasi, tetapi untuk mengasihi dan menyelamatkan. Kepemimpinan-Nya bukan soal kekuasaan atau status, tetapi soal hati yang rela berkorban demi orang lain.
Ini adalah panggilan bagi kita semua. Sebagai pemuda, kita mungkin sering kali tergoda untuk mengejar kesuksesan duniawi, tetapi Yesus menunjukkan kepada kita bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang memberi diri untuk melayani. Bahkan di dunia modern yang kompetitif ini, kita dapat menerapkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, melalui tindakan kecil seperti menolong teman yang kesulitan, mendengarkan orang yang membutuhkan, atau bahkan memberikan waktu dan tenaga untuk melayani di gereja atau masyarakat.
Tantangan terbesar bagi kita sebagai pemuda adalah bagaimana menerapkan semangat pelayanan ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Markus 10:43-45, Yesus tidak hanya berbicara tentang pelayanan dalam konteks rohani, tetapi juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini berarti bahwa kepemimpinan sejati harus kita tunjukkan di sekolah, kampus, pekerjaan, dan pergaulan kita.
Sebagai contoh, apakah kita memperlakukan semua orang dengan rasa hormat, terlepas dari status atau latar belakang mereka? Apakah kita rela melepaskan hak-hak kita demi melayani orang lain, meskipun itu tidak menguntungkan kita secara langsung? Kepemimpinan yang melayani bukanlah tentang melakukan hal besar yang dramatis, tetapi tentang kesetiaan dalam hal-hal kecil yang mencerminkan kasih Kristus.
Yesus menunjukkan kepada kita bahwa kepemimpinan yang melayani bukan hanya relevan di dunia ini, tetapi memiliki dampak kekal. Pengorbanan-Nya di kayu salib membawa keselamatan bagi kita semua. Begitu pula, ketika kita memimpin dengan hati yang melayani, kita tidak hanya membawa perubahan di dunia ini, tetapi juga mempersiapkan tempat kita di Kerajaan Allah.
Sebagai pemuda Kristen, kita memiliki kesempatan besar untuk membuat perbedaan di dunia ini. Dunia mungkin mengukur kesuksesan dengan jumlah pengikut, kekayaan, atau prestasi. Tetapi kita dipanggil untuk hidup dengan cara yang berbeda, dengan melayani dan menunjukkan kasih Allah kepada orang lain. Kepemimpinan kita, ketika dipandu oleh teladan Kristus, akan membawa dampak kekal, tidak hanya bagi diri kita, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita.
Pemuda-pemudi, tantangan terbesar kita saat ini adalah menjaga hati dan karakter kita di tengah dunia yang semakin rusak moralnya. Melalui kasus viral PDD (P Diddy), kita diingatkan bahwa dunia membutuhkan lebih banyak pemimpin yang melayani dengan kasih, bukan mencari keuntungan sendiri. Kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan, dengan menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati itu tidak diukur dari popularitas, tetapi dari seberapa besar kita melayani orang lain dengan tulus.
Sekali lagi, tantangan kita hari ini adalah untuk hidup sesuai dengan panggilan Kristus. Siapkah kita menjadi pemimpin yang melayani, seperti Yesus telah melayani kita? Jangan takut untuk berbeda dari dunia. Ketika kita melayani dengan kasih dan kerendahan hati, kita tidak hanya mencerminkan Kristus, tetapi juga membawa dampak bagi dunia yang kita tinggali.
Marilah kita membawa semangat pelayanan ini ke dalam setiap aspek hidup kita, dan lihat bagaimana Allah bekerja melalui kita untuk mengubah dunia. Amin!