
1. Mandoding Haleluya No. 5:1
Hupuji holong ni atei-Mu, o Tuhan Jesus Rajangkin.
Bamu huondoskon tonduyhu, ai do napinindo Mu in.
Huhalupahon ma diringku mamingkir holong ni atei-Mu.
2. Tonggo
3. Ayat Harian: Podah 10:19
“Lang tarbahen lang dong salah bani hata na buei, tapi halak na manrantei bibirni ai ma na pandei.”
“Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.”
4. Renungan
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
ketika Allah memberi hikmat kepada kita, maka dalam penerapannya termasuk juga berhikmat soal mulut kita dan kata-kata yang kita ucapkan. Dari nas hari ini kita belajar bahwa orang bodoh terlalu banyak bicara tetapi orang yang berakal budi dan berhikmat menahan bibirnya dalam mengeluarkan kata-kata. Ketika kita banyak bicara, pelanggaran tidak terelakkan. Semakin banyak kita berbicara maka semakin berkurang kita mengawasi dan mempertimbangkan kata-kata yang kita ucapkan untuk tidak melahirkan dosa terhadap orang lain, terlebih terhadap Tuhan sendiri. Yakobus menasihatkan, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah.” (Yak. 1:19). Kebenaran ini terbukti dalam diri Musa, dimana oleh kata-kata yang diucapkannya dengan kemarahan maka ia tidak diizinkan masuk ke tanah perjanjian. Maka penting untuk mempertimbangkan kata-kata yang kita ucapkan. Semakin banyak berbicara maka keberdosaan kita semakin terlihat di dalamnya. Semakin keras volume berbicara maka di sana pasti ada kata yang mengandung dosa.
Setiap kata yang kita ucapkan penting untuk dipertimbangkan. Kata-kata kita dapat mengandung kasih, sukacita, penguatan, dan pencerahan bagi sesama namun bisa juga melukai orang lain. Maka sangat penting untuk mempertimbangkan kata-kata yang kita ucapkan. Ungkapan Simalungun berbunyi, “Palobei idilat bibir baru marsahap” (Jilat dulu bibir sebelum berbicara). Orang yang berakal budi menahan bibirnya. Dengan kata lain, mereka dengan hati-hati memikirkan terlebih dahulu bagaimana kata-katanya akan diterima dan apa akibatnya bagi orang lain. Seperti kata pemazmur, bahwa orang yang bijak tidak selalu mengucapkan apa yang ada dalam pikirannya tetapi terlebih dahulu bertanya kepada Allah tentang apa yang akan ia katakan.
Memohon kepada Tuhan untuk membuat mulut kita bijak adalah lebih penting daripada doa pengendalian diri ketika kita marah. Permohonan seperti ini adalah permohonan pengendalian diri atas segala sesuatu yang kita katakan atau ucapkan. “Mulutmu adalah harimaumu,” dan kata-kata memang memiliki kekuatan. Kata-kata dapat membangun secara positif, namun dapat juga merusak dan menjatuhkan. Kita dapat memilih pekerjaan, membeli rumah yang baik berdasarkan saran dari sahabat, tetapi relasi kita dengan orang lain bisa juga hancur karena mendengar saran dari sahabat kita. Kata-kata kita sangat berarti dan berkuasa. Bila kita memohon kepada Tuhan untuk mengendalikan mulut kita, maka di sanalah kita sudah menyadari pentingnya mengatakan apa yang kita maksudkan dan maksud dari apa yang kita katakan. Sama seperti kita tidak menginginkan terjebak dalam kata-kata manis seseorang, kita juga harus berhati-hati agar orang lain tidak terlukai oleh kata-kata kita yang sembarangan. Amin.
5. Mandoding Haleluya No. 207:1
Bere Ham ma hatorangan, hapentaran mangarusi Hata-Mu.
Ampa mata na mangidah pakon uhur na mambotoh dalan-Mu.
Ase tongtong mandompakkon, bohi-Mu hanai mardalan.
Ase igomgomi Tonduy-Mu hanami.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Departemen Persekutuan GKPS