
1. Doding: Haleluya No. 25:1-2
Pasu-pasu Ham ma, ale Tuhannami.
Sai sondangkon bohi-Mu, bai na humpul on ganup.
Bere Ham bannami damei ari-ari.
Sai pasaor ma Tonduy-Mu bai na humpul on ganup.
2. Tonggo
3. Ayat Harian
“Tapi anggo mambahen pesta-pesta ham, dilo ham ma na masombuh, na marsining, na repat ampa na mapitung. Gabe martuah ma ham, ai seng tarbalos sidea ai bamu, tapi marbalos do ai bamu bani parpuhoon ni halak parpintor.” (Lukas 14:13-14)
“Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” (Lukas 14:13-14)
4. Renungan: Memberi Tanpa Mengharap Balas
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan,
prinsip timbal balik (jika saya memberi sesuatu kepada seseorang, saya berharap mendapatkan sesuatu kembali) masih sering diterapkan dalam kehidupan ini. Seseorang melakukan sesuatu, karena ia mengharapkan sesuatu juga, apakah dalam bentuk perhatian, pujian, atau bahkan hadiah. Namun, menarik dalam nas hari ini, Yesus mengajarkan kita sesuatu yang berbeda, yang tentu tidak sering dilakukan (tidak pernah?) saat ini, yaitu tentang bagaimana pernyataan dan perlakuan kasih yang tidak mengharapkan balas atasnya. Apa yang menyebabkan Tuhan Yesus mengajarkan hal yang tidak biasa ini? Ternyata latar belakang situasi nas ini adalah saat Yesus diundang makan di rumah seorang pemimpin Farisi pada hari Sabat, dan di sana Ia menyembuhkan orang yang sakit busung air (ay. 1-6). Pada zaman Yesus, masyarakat Yahudi sangat berpegang pada sistem kehormatan sosial, di mana berlaku prinsip jika seseorang mengundang orang lain ke perjamuan makannya. Sering sekali hal itu dilakukan dengan harapan akan mendapatkan balasan dalam bentuk undangan yang serupa. Oleh karenanya undangan selalu ditujukan kepada pihak-pihak yang memungkinkan untuk memberi balasan atas undangan yang diterimanya.
Jemaat Tuhan,
keadaan ini yang ingin dikritisi oleh Tuhan Yesus. Maka dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus mengambil contoh, yaitu 4 kelompok yang biasa terpinggirkan, terlupakan, dan nyaris tidak pernah diundang untuk menghadiri perjamuan makan, karena dianggap sebagai kelompok yang tidak akan pernah mampu membalas undangan perjamuan yang diterimanya. Siapakah kelompok itu? Nas kita menuliskan bahwa kelompok itu adalah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, dan orang-orang buta. Ini adalah kelompok yang sering terpinggirkan dalam masyarakat. Mereka melambangkan orang-orang yang tidak memiliki kekuatan, status, atau kemampuan untuk membalas kebaikan yang diberikan kepada mereka, kelompok yang sering kali dikucilkan dan dianggap tidak berharga dalam masyarakat. Hal inilah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, bahwa meskipun selama ini yang berlaku adalah sistem timbal balik, namun sudah saatnya mempunyai perspektif yang berbeda dalam melakukan perjamuan makan, bahwa perjamuan itu bukan hanya sekedar menerima imbalan, tetapi perjamuan itu justru menjadi peluang bagi umat percaya untuk mempraktikkan kasih yang sejati, yang memberi tanpa mengharapkan imbalan. Mengapa harus seperti itu? Karena dengan demikianlah seseorang memperoleh kebahagiaan. Bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari kehormatan duniawi, tetapi dari kasih yang murni. Bahwa kebahagiaan sejati itu terjadi ketika kita mampu memberi kepada mereka yang tidak mampu membalasnya. Bahwa bagi setiap orang yang mampu memberi dengan hati yang tulus, tanpa pamrih, sebagai cerminan kasih Kristus, kepadanya akan diberikan balasan pada kebangkitan orang benar. Kebahagiaan yang dimaksud bukanlah kebahagiaan duniawi yang berasal dari kehormatan sosial, tetapi sukacita yang berasal dari Tuhan.
Jemaat Tuhan,
melalui nas kita hari ini, kita diajarkan untuk menempuh cara atau praktik hidup yang mungkin berbeda atau bahkan tidak wajar dalam norma kehidupan kita. Kita belajar tentang kasih yang tidak bersyarat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengulurkan tangan kepada mereka yang sering diabaikan, baik secara sosial, ekonomi, maupun spiritual. Mengasihi orang yang sering diabaikan oleh dunia. Apakah kita akan mendapat balas atas itu semua, jawabannya adalah ya. Karena Yesus berkata bahwa jika kita memberi dengan tulus, kita akan mendapat balasan dari Tuhan pada hari kebangkitan orang benar. Artinya, upah sejati bukanlah di dunia ini, bukan pula dari orang-orang yang kepada mereka kita menyatakan kasih tetapi dari Allah. Karena Allah melihat setiap perbuatan kasih kita dan Ia akan memberikan upah yang jauh lebih besar daripada yang bisa diberikan dunia ini. Maka tetaplah berbuat kasih dengan hati yang tulus tanpa mengharap balas dari dunia ini, karena sejatinya balasnya telah dipersiapkan oleh Allah. Amin.
5. Doding: Bahasa Kasih
Andaikan aku lakukan yang luhur mulia.
Jika tanpa kasih cinta, hampa tak berguna.
Ajarilah kami bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu ya Tuhanku.
Ajarilah kami bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu.
Andaikan aku pahami bahasa semua.
Hanyalah bahasa cinta kunci tiap hati.
Ajarilah kami bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu ya Tuhanku.
Ajarilah kami bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu.
Cinta itu lemah lembut, sabar, sederhana.
Cinta itu murah hati, rela menderita.
Ajarilah kami bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu ya Tuhanku.
Ajarilah kami bahasa cintaMu, agar kami dekat padaMu.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Kantor Sinode GKPS