Bahan Renungan Mingguan Namaposo GKPS
Minggu 21 September 2025
Nas : Galatia 3: 26-28
Tema : Semua Orang Percaya Sama dihadapan Allah
Tujuan: Agar Namaposo GKPS semakin memahami bahwa kedudukan setiap orang percaya adalah sama dihadapan Tuhan, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, laki-laki atau perempuan, budak maupun orang merdeka.
Pengantar
Bhinneka Tunggal Ika, Bebeda-beda tetapi satu jua. Istilah ini sekaligus membawa kita semakin bisa memahami bahwa salah satu makna kebangkitan Kristus adalah pengharapan manusia baru, di mana tidak ada lagi diskriminasi etnis atau suku bangsa, diskriminasi gender, perbedaan status sosial. Pengertian manusia baru sangat penting di dalam kepelbagaian manusia saat ini. Kita hidup dalam suasana dan kondisi hubungan antar sesama “kita-mereka” yang tajam. Fragmentasi sosial membelah masyarakat. Melahirkan istilah “Kita berbeda dengan mereka dan mereka berbeda dengan kita.” Perbedaan ini menyebabkan terjadinya relasi kita-mereka. Tapi Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa kita-mereka dalam pemahaman pembeda-bedaan ini tidak ada lagi.
Manusia Baru
Tentulah penyamaan kelompok ini bukan bermaksud untuk perbedaan gender, antara laki-laki dan Perempuan. Meskipun, pada zaman Tuhan Yesus masalah kelompok etnis, gender, dan status sosial juga terjadi. Bangsa Yahudi menganggap bangsa lain sebagai bangsa kafir sementara merekalah bangsa pilihan Allah. Di samping itu, perempuan mendapat posisi yang tidak menguntungkan dalam masyarakat Yahudi. Rabi Yahudi dalam doanya bersyukur bahwa ia tidak dilahirkan sebagai perempuan. Belum lagi status sosial kaya-miskin, khususnya budak dan orang merdeka jelas terlihat. Budak dipandang sebagai benda bukan manusia. Dalam konteks dan situasi demikianlah Yesus membawa pengharapan baru, pengharapan manusia baru. Yesus tidak melihat sesama manusia dalam kacamata kita-mereka.
Tuhan Yesus menunjuk orang Samaria sebagai sesama manusia (Lukas 10:29) ketika ditanya tentang siapakah sesamaku manusia. Kenapa Samaria? Ternyata orang Yahudi dan orang Samaria terlibat konflik dan permusuhan yang berlangsung ratusan tahun. Hubungan kita-mereka tajam sekali. Orang Yahudi yang tinggal di daerah Galilea, jika pergi ke Yerusalem harus melewati tanah Samaria. Tetapi orang Yahudi lebih baik mengambil jalan memutar yang lebih jauh, ketimbang menginjak tanah samaria. Mengapa konflik kita-mereka, Samaria dan Yahudi terjadi? Ketika bangsa Israel dibuang ke Babilonia, penduduk yang dibawa adalah yang pintar dan kuat yakni Israel, sementara yang lemah ditinggalkan yakni Samaria (2 Raja-Raja 24:14), orang miskin ditinggalkan, sementara orang kaya dibawa ke pembuangan Babilonia (2 Raja-Raja 25:12).
Orang Yahudi sama sekali tidak bergaul dengan orang Samaria. Mereka tidak berbicara satu dengan yang lainnya. Ketika Tuhan Yesus menyatakan orang Samaria sebagai sesama manusia, orang Yahudi sangat terkejut. Sebenarnya, orang Samaria dan orang Yahudi tidak jauh berbeda (Yohanes 4:9). Keduanya percaya pada satu Allah, setia pada Taurat, dan melakukan sabat, sunat, dan merayakan hari-hari raya seperti Paskah, Pentakosta. Perbedaan keduanya adalah tempat ibadah. Dalam pandangan Yahudi, orang Samaria dianggap lemah, miskin, dan tercemar, sehingga orang Yahudi tidak mau beribadah satu tempat. Orang Samaria beribadah di gunung Gerizim, sedang orang Yahudi beribadah di Yerusalem. Tuhan Yesus sengaja melintasi tanah Samaria, bahkan Tuhan Yesus berbicara dengan seorang perempuan Samaria. Yesus juga tinggal dua hari di tanah Samaria (Yohanes 4:40), makan dan minum bersama orang Samaria. Hal ini tentu saja membuat murid-murid Yesus heran (Yohanes 4:27). Bagi Yesus, hubungan manusia tidak dilihat dalam konteks kita-mereka.
Makna kebersamaan bahwa kita adalah anak-anak Allah adalah hilangnya kacamata kita-mereka. Kita tidak lagi melihat sesama manusia dengan pandangan kita-mereka, atau GKPS bukan GKPS. Komunitas Kristen harus mendemonstrasikan kepada dunia suatu hubungan baru di dalam jemaat, di mana tidak ada kebencian etnis, pelecehan gender, sekte atau bahkan perbedaan status sosial. Manusia baru, di mana Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu, karena semua orang percaya adalah satu di dalam Kristus. Komunitas Kristen harus menampakkan relasi sesama manusia baru sebagai saudara dalam Kristus. Dengan jalan demikian, dunia tahu dan mengerti makna dan arti kata saudara. Jika orang Kristen tidak memperlihatkan kepada dunia arti kata saudara, maka dunia tidak akan mengerti arti persaudaraan sejati.
Anak-anak Allah termasuk namaposo GKPS harus menampakkan relasi sesama manusia baru sebagai saudara di dalam Kristus. Dengan demikian dunia akan tahu dan mengerti makna dan arti kata saudara. Saudara yang mengasihi sesame dan tidak melihat manusia dengan kacamata kita-mereka. Inilah tugas orang Kristen, tugas moral sosial gereja GKPS. Dari sinilah peran etika sosial gereja berangkat dan inilah arti kebangkitan Yesus. Namaposo GKPS melihat manusia berasal dari satu sumber yakni Adam, sehingga semua manusia memiliki hak sama untuk mendengar Kabar Baik Kristus. Ada satu kesaksian dari suku Manobo di Filipina, dalam buku “Sampah Menjadi Persembahan”. Suku Manobo dianggap sebagai suku sampah. Sampah karena orang Manobo suka mabuk, judi, malas, gosip, dan bertengkar. Orang Manobo bodoh, malas, miskin, keras kepala, suka mencuri. Apa yang diharapkan dari mereka? Tidak ada. Tidak ada yang mau bergaul dengan mereka. Tetapi Tuhan Yesus mengasihi mereka dengan mengutus hambanya — seorang wanita — dari Gereja BNKP di Nias, yang tidak melihat manusia dalam perspektif kita-mereka untuk melayani suku ini. Ketika kasih Yesus menjamah suku Manobo, terjadi perubahan yang luar biasa, sehingga mereka menjadi manusia baru. Sebelum mengenal Injil, cita-cita anak Manobo hanya satu, kawin! Setelah menerima Injil, mereka memiliki cita-cita yang luar biasa. Ada harapan hidup. Tidak hanya itu. Mereka rajin memberitakan kasih Yesus – tidak hanya kepada suku Manobo, tetapi juga kepada suku Simalungun, bahkan suku lain yang selama ini memandang mereka sangat rendah. Suku Manobo tidak lagi melihat sesama manusia dengan kacamata kita-mereka. Injil Kristus tidak kita beritakan kepada mereka, karena kuasa kebangkitan Kristus Yesus tidak menghangatkan hati kita ketika melihat sesama manusia. Jadi, marilah kita melihat sesama manusia dengan kacamata Kristus. Melihat sesama manusia seperti Kristus melihat manusia. Amin