
Renungan Mingguan Seksi Namaposo GKPS, Minggu, 3 Agustus 2025 (7 Set. Trinitatis)
Nats : 1 Yohanes 4 : 7-12
Usul doding : Haleluya No. 343 : 1,2,6
Tema : Allah adalah kasih
Tujuan : Agar Namaposo hidup saling mengasihi
BARANG SIAPA TIDAK MENGASIHI, DIA TIDAK MENGENAL ALLAH
Syalom.. Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan Yesus.
Sering sekali kita mendengar kata “kasih” dalam kehidupan kita. Kita mendengar pernyataan bahwa orang mengasihi kita, atau kita yang mengatakan kepada orang bahwa kita mengasihi dia. Semua orang ingin dikasihi, tetapi belum tentu mau mengasihi. Kecenderungan orang mau mengasihi dan mengharapkan kasih itu kembali. Ketika dia tidak menerima kasih seperti yang diberikannya, dia akan kecewa. Bahkan mungkin dapat menumbuhkan rasa sakit hati di dalam dirinya. Di sisi lain, tidak sedikit orang melakukan cara apapun untuk mendapatkan kasih dan untuk menunjukkan kasihnya. Dan sebaliknya, banyak orang dengan alasan kasih, melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Misalnya, bunuh diri karena ditinggalkan orang yang dikasihinya. Mencelakai orang lain karena tidak mendapatkan balasan kasih yang sudah diberikannya. Kasih yang dimaksud dalam khotbah ini adalah kasih yang berpusat pada Allah, bukan kepada keduniawian kita sendiri.
Saudara-saudari, teks kotbah ini adalah tulisan Rasul Yohanes, salah satu dari kedua belas murid Yesus yang ditujukan kepada Jemaat Kristen di Asia kecil dengan tujuan agar mereka saling mengasihi sebab Allah adalah kasih. Pada masa itu, terjadi perpecahan diantara jemaat Kristen karena adanya ajaran sesat (kaum Gnostik) yang mengajak orang Kristen untuk mempercayai bahwa keselamatan hanya dapat diperoleh dengan ilmu pengetahuan. Artinya, keselamatan adalah sesuatu yang dapat kita perjuangkan dengan kemampuan kita sendiri. Jika kita ingin selamat, maka kita harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Itulah pemahaman jemaat pada masa itu. Jemaat Kristen pada masa itu mulai kehilangan fokus pada kasih sebagai ciri khas orang Kristen. Mereka hanya terfokus pada hal-hal duniawi yang memuaskan kedagingan mereka sendiri. Oleh karena itu, Rasul Yohanes menuliskan surat ini untuk mengingatkan mereka dengan tujuan agar mereka kembali kepada Allah, dan menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan mereka.
Kasih adalah perasaan sayang. Kasih adalah dasar dari iman dan kehidupan Kristen. Yesus memberikan kita teladan untuk mengasihi bukan hanya diri kita, tetapi juga Allah dan sesama manusia. Kasih bukan hanya sekedar ucapan, tetapi juga aksi nyata yang ditunjukkan dalam tindakan. Orang yang benar-benar mengasihi tidak akan pandang bulu. Kita diingatkan kembali untuk saling mengasihi (ay.7) dan tidak hanya menerima kasih kata “saling” berarti ada hubungan timbal balik antara satu orang dengan orang yang lainnya. Orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah dengan iman tidak hanya pengetahuan. Sifat baru dalam anak-anak Allah adalah keturunan dari kasih Allah. Orang yang mampu untuk mengasihi adalah orang yang mengenal Allah. Orang yang tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah (ay.8). Jika seseorang mengaku mengenal Allah tapi tidak memiliki kasih, itu sama dengan sia-sia. Tindakan mengasihi mencerminkan hubungan kita yang baik dengan Allah.
Karya nyata kasih Allah dijelaskan dalam ayat 9, yang mengatakan bahwa kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, ketika Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia dengan satu tujuan, agar kita beroleh hidup yang kekal. Kematian Yesus memberikan hidup kepada manusia yang percaya kepada-Nya. Hal ini bukan karena manusia mengasihi Allah, tetapi bukti bahwa Allah mengasihi manusia. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada ini. Kasih yang nyata membutuhkan pengorbanan. Pengorbanan itu akan menghasilkan perubahan yang baik, yaitu iman yang semakin bertumbuh kepada Tuhan dan pengenalan yang semakin baik tentang Tuhan. Kita yang sudah menerima kasih itu hendaknya merespon dengan cara mewujudkan kasih itu di dalam kehidupan kita. Hendaknya hidup kita penuh kasih. Ada 4 jenis kasih : kasih agape, yaitu seperti kasih Allah yang sempurna kepada manusia. Kasih ini tidak mengharapkan pamrih. Kemudian ada kasih eros, yaitu kasih kepada lawan jenis, antara laki-laki dan perempuan. Ketiga ada kasih storge, yaitu kasih kepada keluarga, antara anak dengan orang tua. Yang terakhir ada kasih filia, yaitu kasih persahabatan.
Saudara-saudari, setiap kita diberikan kemampuan untuk mengasihi. Pilihannya ada pada kita. Apakah kita memilih untuk menghidupi kasih itu atau mengabaikannya. Karena kita adalah gambar dan rupa Allah, maka karakter Allah ada di dalam diri kita. Mengampuni, sabar, mengasihi, itu adalah karakter yang dimiliki Allah dan diwariskan ke dalam diri kita. Mungkin dalam kehidupan kita, kasih yang kita miliki membutuhkan pengorbanan materi, waktu, tenaga, pikiran bahkan perasaan. Mengasihi orang lain terutama dalam keadaan yang ditimpa konflik bukanlah hal yang mudah. Memang mengasihi tidak semudah mengatakannya, tetapi jika kita tetap mengingat bahwa alasan kita mengasihi adalah karena Allah sudah lebih dahulu mengasihi kita (ay. 10), maka tidak ada alasan dalam diri kita untuk tidak mengasihi. Ketika kita berserah diri secara totalitas kepada Allah, maka Dia akan memampukan kita untuk terus menerus mengampuni semua orang yang menyakiti kita, dan ini akan berlangsung sepanjang hidup kita. Dia akan tetap menyertai dan bersama dengan kita. Kita di dalam Dia, dan Dia di dalam kita.
Paulus juga menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Korintus: demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih. Dan yang paling besar diantaranya ialah kasih (1 Kor. 13:13). Berarti dapat kita artikan bahwa orang yang mengatakan memiliki iman tetapi tidak memiliki kasih adalah sia-sia. Orang yang mengaku memiliki pengharapan tetapi tidak memiliki kasih di dalam dirinya adalah sebuah kesia-siaan. Kasih patut kita lakukan dengan giat. Giat berarti dilakukan terus-menerus dan berkesinambungan. Fokus kasih yang kita lakukan adalah Allah. Kita mengasihi karena dan untuk Allah. Apakah kita mau mengorbankan hal yang paling berharga dalam hidup kita sebagai bentuk kasih kita kepada Allah? Ingatlah bagaimana Abraham bersedia mengorbankan anaknya Ishak sebagai korban persembahan kepada Allah. Ini merupakan salah satu bukti nyata kasih Abraham kepada Allah. Dia memberikan yang paling berharga dalam hidupnya, yaitu anaknya Ishak sebagai bentuk kasihnya kepada Allah. Di sisi lain, Ayub menunjukkan kasihnya kepada Allah dengan mengorbankan semua yang dimilikinya. Harta, anak, istri, dan kesehatan. Ini adalah bentuk kasih Ayub kepada Allah.
Saudara-saudari, bagaimana dengan kita? Bersediakah kita menekan ego kita sebagai bukti bahwa kita memiliki kasih? Banyak orang mengenal Allah secara pengetahuan, tetapi tidak memiliki kasih. Itu berarti orang tersebut tidak benar-benar mengenal Allah. Orang yang mampu mengasihi adalah orang yang sudah mengenal Allah dan hidup dalam terang Allah. Orang yang masih hidup dalam kegelapan tidak mampu mengasihi dengan tulus. Dia akan mengharapkan imbalan atas kasih yang diberikannya. Orang yang masih hidup dalam kegelapan tidak mampu mengasihi dengan tulus.
Kasih juga ditunjukkan melalui keadilan. Mengasihi berarti mampu bersikap adil kepada orang lain dan kepada diri sendiri. Adil bukan berarti jumlah yang kita terima harus sama dengan jumlah yang diterima orang lain. Adil adalah apa yang kita terima seimbang dengan kemampuan kita, dan apa yang diberikan oleh orang lain sesuai dengan kemampuannya. Setiap kita diberikan kelebihan dan kekurangan. Adil adalah ketika kita mampu menjadikan kelebihan kita untuk menutupi kekurangan orang lain. Mengasihi tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Kita diajarkan untuk mengasihi semua orang dan sepanjang waktu, tidak hanya pada saat tertentu. Kasih yang tulus adalah tanpa syarat dan balasan.
Sebagai namaposo Kristen yang mengenal Allah, kita diingatkan untuk mengasihi tanpa mengharapkan pamrih. Ingatlah bahwa alasan kita mengasihi bukan dengan tujuan agar mendapat pujian dan validasi/pengakuan. Mengasihi adalah ciri khas orang Kristen. Kasih adalah aspek yang harus kita kembangkan. Mengasihi adalah sebuah keputusan dan sikap untuk menolong orang lain. Orang yang memiliki kasih lebih memilih mengampuni kesalahan orang lain, dan berdamai. Kasih tidak egois dan mementingkan diri sendiri. Sebagai anak-anak Allah haruslah kita juga saling mengasihi (ay.11). Jika kita saling mengasihi, maka Allah tetap di dalam kita (ay.12). Jika Allah di dalam kita maka tidak ada lagi rasa iri, amarah, dendam, dan tinggi hati yang menguasai kita. Kita akan memiliki kekuatan untuk senantiasa berdamai.
Seperti lirik lagu rohani yang mengatakan, “kasih pasti lemah lembut, kasih pasti murah hati, kasih pasti memaafkan, kasih-Mu kudus tiada batasnya”. Orang yang hidupnya di dalam kasih akan terlihat dari sopan dan santunnya dalam berbicara dan bertindak. Orang yang memiliki kasih lebih menyukai kelemah-lembutan dari pada amarah. Orang yang memiliki kasih lebih memilih untuk murah hati dari pada menyombongkan yang dia miliki. Orang yang memiliki kasih dalam hidupnya akan mencintai kedamaian, bukan perselisihan. Kita yang sudah menerima kasih Allah berupa keselamatan hendaknya tetap menjaga kasih yang ada dalam diri kita.
Dalam kehidupan kita sebagai namaposo GKPS mungkin kita sering diperhadapkan dengan situasi dimana harga diri kita menjadi taruhannya ketika kita ingin menunjukkan kasih. Barangkali kita sering di anggap cari muka ketika kita mengasihi orang lain. Atau di situasi lain, kita sering dipermalukan dan disakiti sehingga sulit rasanya untuk tetap mengasihi orang yang menyakiti kita. Mungkin banyak sekali sakit hati yang kita terima. Semakin kita mengasihi, semakin kita disakiti. Kita memaksakan diri kita lebih dari kemampuan kita. Kita tidak menghargai kesehatan tubuh kita. Kita bekerja tanpa istirahat. Ini adalah bentuk kita tidak mengasihi diri kita. Banyak orang menjadikan alasan bahwa kita adalah manusia biasa yang tidak mampu untuk mengampuni dan berdamai dengan semua kekecewaan yang kita rasakan. Bukan hal yang mustahil bagi orang percaya untuk tetap mengasihi.
Saudara-saudari, ingatlah bahwa kita tidak berasal dari dunia, maka janganlah sama seperti dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budi (Rom. 12:2). Kita adalah anak-anak Allah, pewaris kerajaan Allah yang juga tentunya mewarisi karakter Allah yang penuh kasih, bukan dendam. Mari tetap teguh untuk menyalurkan kasih kepada seluruh ciptaan Tuhan. Tetaplah mengasihi walaupun kita sering disakiti. Mari tetap menjaga identitas kita sebagai anak Allah yang penuh kasih, agar melalui kehidupan dan kasih yang kita terapkan, nama Allah dimuliakan. Karena Allah yang kita sembah, adalah kasih. Amin.