
1. Mandoding Haleluya No. 115:1+5
Sadokah ho i tanoh on papintor uhurmin,
padingat-dingat ma tongtong nidok ni Tuhanmin.
Sai tiru Tuhan Jesus in na roh mangkopkop ho.
Pambaen-Ni ‘ge hata-Ni in hagoluhanmu do.
2. Tonggo
3. Ayat Harian: Epesus 4:26
“Anggo manggila nasiam ulang ma mardousa! Ulang ma sundut mata ni ari, lang mintop ringis nasiam.”
“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.”
4. Renungan
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
atas pertanyaan, “Apakah saudara pernah marah?” tentu semua kita akan menjawab, “Pernah.” Lalu bila pertanyaan selanjutnya adalah, “Apa penyebab saudara marah?” maka tentu jawabannya berbeda-beda. Tetapi bila kita melihat penyebab kemarahan, itu tidak jauh dari rasa atau reaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang menyakitkan atau yang tidak sesuai dengan harapan kita. Dikecewakan, dikhianati, tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, diperlakukan dengan tidak sepantasnya, rasa tidak puas, disakiti dan yang lain sebagainya, itu bisa menjadi penyebab kemarahan. Pertanyaan berikutnya adalah, “Berapa lama saudara marah?” Hal ini juga tergantung sikap dan kebesaran hati seseorang dalam menyikapi kemarahan yang dirasakannya. Tetapi paling tidak, kita dapat mengatakan bahwa marah dan kemarahan adalah hal yang secara normal dapat dirasakan dan dialami oleh setiap orang, karena marah dan kemarahan itu adalah hal yang melekat secara jasmani dalam kehidupan seseorang. Persoalannya adalah bagaimana kita secara berhikmat mengendalikan marah atau kemarahan dalam hati kita.
Jemaat Tuhan,
bukan tanpa alasan rasul Paulus mengingatkan jemaat di Efesus melalui nas kita hari ini, karena rasul Paulus ingin mengingatkan kembali tentang keberadaan jemaat Efesus yang sudah mengalami hidup baru, yang telah menerima anugerah melalui keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus. Setiap umat percaya sepatutnya berupaya untuk menjalani kehidupannya sesuai dengan yang telah difirmankan oleh Tuhan. Salah satu ciri dari umat percaya yang hidup seturut dengan firman Tuhan adalah ketika ia mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi kemarahan. Sebagai umat yang disebut makhluk sosial, tentu kita akan bersentuhan atau berinteraksi dengan pihak/orang lain, dan ketika kita berinteraksi, maka akan terbuka peluang untuk bersentuhan dengan hal yang tidak kita harapkan, dan hal itu akan mengakibatkan munculnya rasa marah dan kemarahan dalam hati kita. Apakah ini tidak normal, atau apakah marah itu adalah dosa? Persoalannya adalah bagaimana kita sebagai umat percaya mengimplementasikan hidup baru yang diberikan Tuhan Yesus kepada kita dengan mengendalikan perasaan kita, mampu mengendalikan kekecewaan, sakit hati yang kita rasakan, sehingga walaupun kita marah, maka kemarahan itu tidak membawa kita dalam dosa. Kemarahan yang tidak terkendali akan membawa kita masuk ke dalam dosa. Jadi marah boleh saja, tetapi bagaimana ekspresi atau cara mengungkapkan dan motivasi kemarahan itu sendiri yang perlu diperhatikan. Apa yang mendasari kemarahan kita dan cara kita mengungkapkan kemarahan itulah yang menentukan apakah kita berbuat dosa atau tidak. Ada kemarahan yang perlu diungkapkan, sehingga pihak lain dapat menjadi lebih baik, yaitu kemarahan yang didasarkan karena kita mengasihi dan bertujuan untuk mendidik. Kemarahan yang tidak diinginkan oleh firman Tuhan adalah kemarahan yang didasarkan kepada dengki, kebencian, iri, kemarahan yang diungkapkan tanpa kendali serta kemarahan yang terus-menerus dipendam dalam hati. Hal berikutnya adalah bahwa rasul Paulus mengingatkan jemaat Efesus dan kita saat ini dengan mencoba memberi batasan atau toleransi pada rasa marah dalam hati kita. Kehidupan umat yang telah menerima anugerah dari Tuhan adalah kehidupan yang secara berhikmat mampu mengatur durasi marah tersebut. Nas kita menuliskan, “… janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu,” mengandung makna agar ketika matahari terbenam maka segala rasa benci/marah harus turut melenyap. Jika amarah memanas menjadi kegeraman dan kepahitan, segeralah menekannya. Kalaupun kemarahan tidak berdosa, namun ada bahaya yang sangat besar bahwa amarah itu akan menjadi dosa jika tidak diwaspadai dengan hati-hati dan ditekan dengan segera, serta janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
Jemaat Tuhan,
nas hari ini mengingatkan kita kembali tentang bagaimana kita mengatur rasa yang kita alami, dan bagaimana kita menjaga relasi kita dengan sesama. Selain menyatakan hidup baru, kita juga perlu membangun sikap legowo dan berdamai dalam situasi yang bahkan tidak kita inginkan. Legowo dan berdamai dengan saudara yang memberikan rasa marah dan kemarahan pada kita, atau bahkan memberi rasa pahit dalam hidup kita, sehingga ketika kita sampai pada level itu, maka nyatalah kita adalah umat yang percaya, dan nyatalah rasa damai itu akan melingkupi hati kita. Maka selamat mengatur rasa marah dan selamat berdamai dengan situasi yang kita hadapi. Amin.
5. Mandoding “Damai Bersama-Mu”
Aku termenung di bawah mentari, di antara megahnya alam ini.
Menikmati indahnya kasih-Mu, kurasakan damainya hatiku.
Sabdamu bagai air yang mengalir, basahi panas terik di hatiku.
Menerangi semua jalanku, kurasakan tentramnya hatiku.
Jangan biarkan damai ini pergi, jangan biarkan semuanya berlalu.
Hanya padaMu, Tuhan, tempatku berteduh, dari semua kepalsuan dunia.
Bila ku jauh dari diri-Mu, akan kutempuh semua perjalanan.
Agar selalu ada dekat-Mu, biar kurasakan lembutnya kasih-Mu.
Jangan biarkan damai ini pergi, jangan biarkan semuanya berlalu.
Hanya padaMu, Tuhan, tempatku berteduh, dari semua kepalsuan dunia.
6. Tonggo Ham Bapanami/Doa Bapa Kami
Departemen Persekutuan GKPS