
Pimpinan Sinode GKPS (Sekjend) Pdt. Dr. Paul Ulrich Munthe pada Senin (17/2/2025) malam bertindak sebagai narasumber dalam Sesi I GKPS Marguru Tahap II. (Foto: Cindy Banjarnahor)
PEMATANG SIANTAR. GKPS.OR.ID. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, demikianlah pesan yang disampaikan Presiden Ir. Soekarno dalam pidatonya pada 17 Agustus 1966. Soekarno ingin menekankan bahwa di tahun-tahun itu, Indonesia telah tumbuh dan berkembang. Namun, bangsa ini juga masih menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan pemahaman mendalam terhadap sejarah perjuangan Indonesia.
Pesan Soekarno tersebut tentu terus bergema dalam kehidupan berbangsa tak terkecuali dalam kehidupan bergereja (baca: GKPS). Gereja ternyata perlu belajar dari sejarah masa lalu, dari para pemimpin terdahulunya.
Pimpinan Sinode GKPS (Sekjend) Pdt. Dr. Paul Ulrich Munthe pada Senin (17/2/2025) malam dalam GKPS Marguru Tahap II yang berlangsung lewat zoom meeting memaparkan beberapa gagasan-gagasan dan program terbaik dari para pemimpin pendahulu di GKPS, mulai dari Pdt. IL. Nommensen, Pdt. August Theis, Pdt. Jaulung Wismar Saragih, Guru Anggaharim Jason Saragih, Pdt. Kerpanius Purba, Pdt. Andaraya Wilmar Saragih, Pdt. Jenus Purba Siboro, Djariaman Damanik dan Mansen Purba, hingga Pdt. Dj. Petrus Putra Purba.

Masing-masing dari pemimpin pendahulu di GKPS memiliki semangat dan visi yang sama, yakni lewat Injillah orang Simalungun khususnya GKPS akan mengalami kemajuan. Dan puncaknya adalah ketika berani menyuarakan gagasan bersama untuk manjae ataupun berdikari sebagai satu suku bangsa.

Menariknya dihadapan 100 orang peserta GKPS Marguru, Pdt. Paul mengemukakan bahwa baik Pendeta generasi pertama Simalungun maupun guru pertama Simalungun memandang bahwa selain Injil, pendidikan juga menjadi bagian dari pilar pembaruan. Menariknya gerakan pembaruan yang digaungkan para pemimpin terdahulu GKPS mengikutsertakan perempuan di dalamnya. Terbukti dengan berdirinya sekolah khusus perempuan di Raya dan Naga Tongah yang dimotori Pdt. J. Wismar Saragih dan Guru Jason Saragih. Selain itu semangat berdikari pun diwujudkan dengan mengupayakan agar bahasa Simalungun menjadi bahasa utama bagi anak-anak sekolah kelas 1 hingga kelas 3, dimana pada saat itu bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar di sekolah.
Kerinduan agar orang Simalungun mengalami pembaruan juga diwujudkan melalui penerbitan buku–buku, majalah, dan Alkitab berbahasa Simalungun. Pdt. J. Wismar memulainya dengan menerjemahkan Injil Lukas ke bahasa Simalungun. Kemudian bersama dengan Pdt. Kerpanius dan Pdt. Dj. Petrus Putra Purba, membentuk Kongsi Bibel Simalungun untuk mengerjakan penerjemahan kita Perjanjian Baru berbahasa Simalungun. Dan pada perayaan Jubileum 50 tahun Injil di Simalungun tahun 1953, kitab Perjanjian Baru tersebut pun dilaunching.
Di dorong oleh keyakinan “Injil membawa pembaruan bagi orang Simalungun”, para pemimpin pendahulu di GKPS memiliki kerinduan agar Alkitab dapat dibaca dan dipahami oleh orang Simalungun dengan bahasanya sendiri. Gagasan ini pun dituangkan melalui program mengutus salah seorang Pendeta GKPS untuk studi ke Jerman dalam rangka mempelajari bahasa Ibrani dan juga bahasa Yunani. Pada tahun 1955 Pdt. Dj. Petrus Purba diutus ke Jerman, dan setelah setahun studi bahasa, Pdt. Petrus kembali ke Raya. Kemudian di tahun 1958 dimulailah proyek penerjemahan kitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Simalungun. Penerjemahan pun selesai pada tahun 1972, dan lima tahun berikutnya, tepatnya tahun 1977, Alkitab terjemahan bahasa Simalungun pun diterbitkan.
Para peserta yang medengar paparan Sekjend GKPS ini kagum dengan gagasan-gagasan dan program terbaik dari para pemimpin pendahulu di GKPS. Sebagian peserta mengusulkan agar materi yang disampaikan oleh Sekjend khususnya biografi para pemimpin pendahulu dituliskan lewat buku maupun dalam bentuk animasi gambar dan vidio yang akan dibagikan kepada Sekolah Minggu GKPS, sehingga gerenerasi GKPS ke depan membangun persekutuan dan pelayanan gereja yang berdampak.

Peserta menyoroti semangat yang dimiliki para pemimpin pendahulu sangat jauh berkurang dibandingkan semangat yang dimiliki para Pendeta, Penginjil, Majelis dan warga jemaat GKPS masa kini. Padahal sebagaimana yang disampaikan Pdt. Jhon Rilman Sinaga, roh yang Tuhan berikan kepada para pemimpin pendahulu sama dengan roh yang dimiliki seluruh pelayan dan warga GKPS masa kini. Namun ada hal yang perlu dikoreksi bersama, GKPS kini telah jauh meninggalkan pola penginjilan dan pendidikan yang pernah ada, padahal ruang pendidikan dan penginjilan itu hingga hari ini masih terbuka, salah satunya lewat pelayanan parjumatanganan.
Peserta berharap lewat sesi I GKPS Marguru Tahap II lahirlah modul pembinaan parjumatanganan sebagai patron bersama dan lewat modul itu nantinya setiap warga jemaat pun menyadari betul bagaimana kuasa Injil benar-benar membawa pembaruan dalam kehidupan manusia khususnya Simalungun.
Pdt. Posma Purba yang bertindak sebagai moderator dalam sesi malam itu mengapresiasi para peserta yang telah banyak memberi timbang saran kepada Pimpinan Sinode GKPS dan Litbangnya. Artinya lewat pertemuan malam itu peserta tidak hanya disuguhkan tentang cerita heroik dari pemimpin pendahulu di GKPS, namun juga menawarkan gagasan-gagasan dan program agar Injil yang membawa pembaruan bagi Simalungun dapat dikomunikasikan seturut dengan perubahan zaman, dan Budaya Simalungun itu sendiri pun terpelihara terus dan tidak tergerus oleh zaman.
Setelah lebih kurang 2,5 jam bersama dalam sesi ini, pertemuan malam itu pun diakhiri dengan doa yang dipimpin notulis, Pdt. Parulihan Sipayung, Ph. D. (hks/bgs)
Pewarta: Pdt. Bima Gustav Saragih
Foto: Cindy Banjarnahor